RSS
Facebook
Twitter

October 12, 2015

Rasul SAW dan Sang Paman

Kala itu, orang yang paling mulia sepanjang zaman berkata kepada pamannya, “Wahai Paman ucapkanlah Laa Ilaaha Illa Allahu, kalimat yang akan aku persaksikan untukmu di hadapan Allah SWT”.

Di sampingnya ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah yang menyampaikan hal yang berbeda, “Wahai Abu Thalib apakah kamu membenci agama Abdul Muthallib?”

Lama Abu Thalib berpikir, dan menghasilkan sebuah keputusan, bahwa dia tetap menganut agama Abdul Muthallib dan menolak untuk mengucapkan Laa Ilaaha Illahu.

Rasul pun sangat sedih pada waktu itu, hingga ia pun berucap, “Demi Allah aku akan memohon ampun untukmu selama aku tidak dilarang”

Dari langit ke tujuh, Allah SWT mendengar do’a kekasihNya, hingga Allah pun berfirman, “Tiada sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam” (Qs. At-Taubah(9): 113)

Di ayat yang lain, Allah SWT juga menurunkan ayat mengenai peristiwa ini, yakni “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Qs. Al Qashash(28): 56).

Subhanallah, ternyata “Hidayah” itu murni dari Allah Azza Wa Jalla,.

Rasul pun tidak bisa mengislamkan paman yang paling beliau cintai, yakni Abu Thalib bin Abdul Muthalib, hingga ia pun tidak memiliki gelar “Radhiyallahu 'anhu”.

Rujukan : Shahih Muslim 
Penulis : Rudiasa, SE

0 comment:

Post a Comment