RSS
Facebook
Twitter

August 27, 2014

Hal yang paling menyenangkan ialah ketika kita bisa bercerita mengenai orang yang paling cintai dan orang yang paling mencintai kita. Bahkan ketika sakaratul maut pun beliau masih perduli dengan kita, siapa beliau? beliau ialah Abul Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.

Ada pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Bagaimana kita bisa sayang dan cinta dengan rasul kita kalau kita ndak kenal siapa beliau?, Oleh sebab itu, Sirah Nabawiyah merupakan hal yang penting untuk dipelajari.

Rasulullah SAW melepas masa lajangnya ketika beliau berusia 25 tahun, dengan menikahi seorang akhwat bernama Khadijah binti Khuwailid RA. Ibunda Khadijah merupakan seorang janda berusia 40 tahun dan pernah menikah 2 kali. Kedua suaminya meninggal dunia, sehingga status beliau ialah janda ditinggal mati oleh suami. Ibunda Khadijah memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan akhwat pada umumnya, diantaranya beliau memiliki akhlak yang baik, paras yang cantik, harta yang melimpah, otak yang pintar, dan beliau lahir dari keturunan yang terhormat. 

Benih-benih cinta diantara mereka muncul ketika keduanya saling bermuamalah (berdagang). Ketika Ibunda Khadijah mengetahui bahwa Rasul memiliki sifat dan akhlak yang mulia, maka beliau menawakan kepada Rasul untuk menjualkan barang dagangannya ke Negeri Syam. Rasul pun menerima tawaran itu karena beliau suka berdagang. Sebelum berangkat, Ibunda Khadijah menyuruh pembantunya yang bernama Maisarah untuk menemani beliau, hingga akhirnya mereka berangkat dengan rombongan pedagang lainnya.

Sesampainya di Negeri Syam, Maisarah melihat ada beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Rasulullah, diantanya ketika panas menyengat, beliau tidak merasa kepanasan karena dinaungi oleh Malaikat Jibril dengan awan. Proses jual beli pun juga seperti itu, Rasulullah merupakan sosok pedagang yang sangat beramanah dan jujur, hingga dagangan beliau selalu habis dan ibunda khadijah memperoleh banyak keuntungan plus keberkahan dari perdagangannya dengan Rasulullah.

Setibanya di Kota Mekkah, benih-benih cinta itu semakin besar. Ibunda Khadijah semakin tertarik dengan Rasulullah setelah mendengar beberapa kabar positif dari pembantunya. Pada waktu itu ibunda khadijah sudah banyak dilamar oleh pembesar Quraisy, namun semuanya ditolak. Tak lama setelah itu, ibunda khadijah menyuruh teman wanitanya yang bernama Nafisah binti Munyyah untuk bertamu ke rumah rasul dan mengatakan bahwa ibunda khadijah siap untuk dinikahi. Alhamdulillah ternyata gayung bersambut, hingga rasul pun menerima lamaran itu.

Beberapa hari setelahnya rasul beserta paman-pamannya pergi ke rumah paman ibunda khadijah untuk melamar dan manikahi keponakannya. Pada saat itu ada 2 bani besar yang menyaksikan akad nikahnya, yakni Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar. Pernikahan itu berlangsung 2 bulan selepas beliau pulang dari negeri syam. Mahar yang diberikan rasul untuk ibunda khadijah ialah 20 ekor unta muda.

Pernikahan yang mulia ini tidak didasari karena dunia, namun karena akhlak dan agama. Ustad Abdullah Saleh Hadromi pernah membahas mengenai kisah ini. Kata beliau, pada waktu itu memang Rasulullah membutuhkan figur seorang ibu, hingga beliau mau menikah dengan ibunda khadijah. Rasulullah tidak menikah lagi sampai ibunda khadijah meninggal dunia diusianya yang ke 65 tahun. Pada waktu itu Rasulullah sangat sedih, hingga para ahli sirah menyebut tahun itu sebagai “Tahun Berduka”. Bukan hanya istri tercinta beliau yang meninggal dunia pada waktu itu, paman beliau yang bernama Abu Thalib juga meninggal pada tahun itu.

Dari pernikahan mulia ini, lahirlah anak-anak yang mulia juga. Rasulullah dan ibunda khadijah memiliki 6 anak, 2 ikhwan 4 akhwat. 2 ikhwan bernama Al-Aasim dan Abdullah, kemudian 2 akhwat bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Dengan kita mengetahui sirah rasul, maka kita akan semakin sayang dan cinta dengan Rasulullah SAW. Semoga kita selalu diberi kemudahah oleh Allah untuk mengikuti sunnah-sunnah beliau.

Daftar rujukan 
- Kitab Sirah Nabawiyah “Ar-Rahiqul Makhtum” yang ditulis oleh Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dari India
- Ceramahnya UstadZ Abdullah SHaleh Hadromi dari Kota Malang

Penulis : Rudiasa, S.E

0 comment:

Post a Comment