(Cerpen) Siang itu aku sedang berdiskusi dengan teman-temanku di kelas dan didampingi oleh dosen yang sangat menyenangkan. Kami berdiskusi mengenai etika dan lingkungan yang ada dalam dunia bisnis. Berbagai argumen keluar begitu saja seperti air hujan yang mencari hilir. Aku tahu ini masih proses belajar, jadi pasti argumen yang muncul ada salahnya. Bagiku tidak masalah benar atau salah, yang penting bisa ikut menyumbangkan suara dalam diskusi itu. Suasana bertambah menyenangkan ketika dosenku meluruskan berbagai agrumen yang keluar. Beliau begitu bijak dalam mengomentari setiap argumen yang keluar dari mulut kami. Beliau tidak pernah menyalahkan argumen si A dan si B. Beliau sadar bahwasanya etika itu sifatnya subjektif, jadi setiap pribadi pasti berbeda dalam memandang sebuah permasalahan yang terjadi.
Ketika masih asyik berdiskusi, hujan menumpahkan isi hatinya dalam bentuk air. Awalnya masih malu-malu karena air yang ditumpahkan sedikit. Aku sempat menengok ke jendela dan berkata dalam hati, “terima kasih Allah engkau telah menurunkan rezekiMu”. Entah kenapa aku sangat senang dengan hujan. Banyak sekali alasan yang bisa aku ucapkan, salah satunya aroma hujan yang sangat khas, yakni kedamaian. Terkadang aku merasan iri dengan hujan. Dia bisa membuat orang lain tersenyum dengan segarnya air yang ia tumpahkan, dia bisa menyegarkan berbagai makhluk ciptaan Allah, dan dia juga bisa mengobati berbagai tumbuhan dan tanaman yang sedang sakit. Aku? Aku belum bisa melakukan itu semua. Aku belum bisa membuat orang lain tertawa terbahak-bahak dengan ucapan dan tingkah lakuku dan aku juga belum bisa menyembuhkan orang lain dengan nasehat-nasehatku.
Sang waktu telah menunjukkan jam 15.30, itu tandanya kelas berikutnya telah menanti untuk disingahi. kuintip dari celah cendela ternyata hujan masih menumpahkan isi hatinya. Dia sudah tidak malu karena air yang ia tumpahkan begitu banyak. Aku melihat dari kejauhan banyak mahasiswa yang berlarian kesana kemari. Entah apa yang mereka tuju. Mungkin tidak mau telah mengikuti perkuliahan, mungkin sudah ingin memanjakan perut di kost, mungkin sudah ditunggu kekasihnya di ujung jalan sana, mungkin ingin basah-basahan, atau mungkin ingin diperhatikan orang lain. Aku berjalan keluar dengan teman baikku. Ketika itu aku melihat teman-teman sekelasku sudah berlarian ke gedung seberang. Pakaian mereka tampak basah karena hujan pada saat itu masih sangat lebat. Aku beranggapan mereka melakukan itu karena takut telat di perkuliahan selanjutnya. Tak selang berapa lama akupun mengikuti jejak mereka. kurelakan bajuku diguyur derasnya air hujan dan aku juga merelahan rambut hitamku disingahi isi hati sang hujan. Ketika aku sudah dikelas temanku berkata, “ayo sholat asar dulu di musholla,” mereka mengajakku bersujud dan mengobrol dengan sang pencipta. Aku sempat berpikir kalau aku sholat dulu dan dosennya sudah datang maka kemungkinan besar aku tidak boleh masuk. Selang beberapa detik hati kecilku menyadarkanku dan berkata kepadaku bahwa itu merupakan bisikan setan. Tanpa berpikir panjang lalu aku jawab, “let’s move”.
Jam 4 PM, waktu mata kuliah selanjutnya dimulai. Mata kuliah yang meruntuhkan semangatku dalam belajar, Mata kuliah yang membuatku ingin cepat pulang dan menonton beberapa film di kost, dan mata kuliah yang membuatku cepat lapar. Sejujurnya aku suka mata kuliah ini, tapi aku kurang suka dengan suasana di kelas ketika proses belajar mengajar. Suasana kelas yang begitu jauh dari kegembiraan, begitu jauh dari rasa kekeluargaan, begitu dekat dengan otoriter, begitu dekat dengan slogan yang mengatakan” dosen tidak pernah salah dan mahasiswa harus menuruti semua kemauan dosen”, dan begitu dekat dengan perasaan gelisah. Entah apa yang menyebabkan hal itu terjadi, apakah cara dosen yang tidak enak dalam mengajar, apakah sifat si dosen yang tidak bisa menyenangkan mahasiswanya, apakah teman-teman yang ramai, apakah penyakit malasku yang kambuh lagi, atau apakah itu disebabkan karena perut laparku yang sangat ingin dikasih makan??? Entah mana yang lebih bijak disalahkan, yang pasti aku ingin perkuliahan itu mempunyai suasana yang menyenangkan dengan lapisan cinta dan kasih.
Penulis : Rudiasa
0 comment:
Post a Comment