RSS
Facebook
Twitter

Showing posts with label Pengalaman Hidup. Show all posts
Showing posts with label Pengalaman Hidup. Show all posts

June 12, 2014

Pendakian Gunung Panderman 2014 (Foto)


























May 20, 2014

Pendakian Gunung Panderman 2014

















Assalamualaikum Indonesia,

Beberapa hari yang lalu (Jum’at, 16 Mei 2014), saya beserta teman-teman saya dari Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang (UM) mendaki Gunung Panderman yang berada di Kota Batu. Tidak hanya mendaki, kami juga bermalam di sana. Beranggotakan 6 orang, yakni saya, Khoirul Abidin, Burhannudin, Angga Prasetya Nusantara, Achmad Nurhadhi Pamungkas, dan mas rendy (Mahasiswa S2 UM), kami berangkat dari Kota Malang pukul 8 pagi di hari jum’at. Setelah melakukan perjalanan selama 1 jam sampailah kami di pos pertama, yakni loket pembayaran dan penitipan sepeda motor. Kami menitipkan sepeda motor dengan harga 5 Ribu/kendaraan dan membayar tiket masuk 3 Ribu/orang. Tidak banyak bekal yang kami bawa, hanya beberapa air mineral, mie instan, roti basah, dan beberapa camilan. Kami juga membawa peralatan dan perlengkapan standar orang melakukan camping, yakni tenda, senter, peralatan memasak, dkknya.

Pukul 9 pagi kami mulai mendaki ke puncak Gunung Panderman. Menurut beberapa pendaki yang kami temui, jarak tempuh dari pos pertama sampai puncak membutuhkan waktu 2 jam untuk pendaki profesional. Berhubung kami masih pemula, maka kemarin kami membutuhkan 4,5 jam untuk sampai ke puncak. Ada 3 pos sebelum kami sampai di puncak, yakni pos pembayaran tiket di pintu masuk Gunung Panderman, Pos “Latar Ombo”, dan Pos “Watu Gede”. Sebenarnya kita sudah bisa mendirikan tenda di Pos “Latar Ombo”, namun pemandangannya kurang seru. Oleh sebab itulah kami kemarin bertekad untuk bisa menaklukan puncak Gunung Panderman dan mendirikan tenda disana.

Medan untuk mencapai puncak sangat berat, dimulai dari jalan paving yang menanjak, dilanjutkan dengan jalan setapak, kemudian jalan berdebu, sampai dengan jalan menanjak yang dipenuhi dengan bebatuan yang curam. Tak hanya itu, kami juga melewati lereng gunung yang cukup sempit, seandainya kita jatuh, mungkin kita akan tersesat karena jurang di bawahnya sangat dalam. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang sangat hijau dan rindang. Ada beberapa penduduk lokal yang mencari rumput sampai di tengah hutan, ada pula para ibu-ibu yang memanen sayur-mayur.

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan sampailah juga kami di puncak. Pada waktu itu jam menunjukkan pukul 13.30. Waktu yang cukup lama, namun semua terbayar ketika kami sudah sampai di puncak. Pemandangannya luar biasa indah dan udaranya juga sangat segar.

Ketika sampai di puncak, kami langsung disambut oleh puluhan monyet yang menghuni hutan itu. Ada sekitar 15 monyet yang menyabut kami. Diantara ke 15 monyet itu ada yang berwarna putih. Baru kali ini saya melihat monyet berwarna putih dengan mata telanjang. Konon monyet putih itu merupakan pimpinan para monyet di hutan itu. Sebenarnya mereka tidak galak, hanya saja mereka menginginkan makanan kita, sehingga tingkah laku mereka agak berbahaya dan selalu berupaya mendekati kita untuk mengambil makanan yang kita miliki. Tidak perlu khawatir, cukup mengusirnya dengan tongkat yang panjang dan mereka akan pergi.

Sampai di puncak kami langsung membuat tenda untuk menanggulangi datangnya sang hujan, Ahlamdulillah kemarin tidak hujan. Mendirikan 2 tenda sudah cukup untuk kami berenam. Setelah tenda terpasang kami pun menyantap bekal nasi yang kami bawa dari rumah. Sungguh nikmat makan dalam keadaan lapar, apalagi di puncak Gunung Panderman yang sangat indah seperti ini.


Ketika malam tiba, kami pun disodori pemandangan yang sangat indah, yakni bundarnya sang bulan, kerlap-kerlipnya serdadu bintang, dan lampu-lampu kota yang sangat indah dari kota batu. Momen ini tidak kami sia-siakan begitu saja, hingga kami mengabadikannya ke dalam beberapa jepretan kamera.

Jam menunjukkan pukul 7 malam, kamipun mempersiakan kompor untuk membuat mie instan dan kopi. Hal ini kami lakukan untuk menghangatkan tubuh kami karena udara di puncak Panderman sangat dingin. Sambil menunggu kopi dan mie instannya matang kami pun mengelilingi tempat perapian agar tubuh kami tetap hangat. Obrolan kami cukup seru kala itu karena tidak ada satu orang pun yang menganggu kami. Pada waktu itu tidak ada pendaki lain yang bermalam di puncak Panerman, hanya kami berenam.

Ketika suara adzan subuh belum berkumandang, ada suara gaduh di samping tenda kami. Saya pun menenggoknya dan ternyara itu ialah para pendaki lain yang hendak menyaksikan Sunrise (terbitnya sang matahari). Ketika kami tanya, mereka mulai mendaki pukul 11 malam dan sampai di puncak ketika menjelang subuh. Ingin tidur lagi tapi ndak bisa, hingga akhirnya saya pun ikut bergabung dengan mereka sambil membuat beberapa kopi untuk menghangatkan tubuh kami.

Prosesi matahari terbit dari puncak Gunung Pandrman sungguh indah, tak ada satu benda pun yang bisa menghalangi pandangan kami, sehingga prosesi itu sangat jelas dan khidmat. Setelah sang matahari mulai agak meninggi yang pada waktu itu menunjukkan pukul 8 pagi, kami pun bergegas untuk turun dari gunung dan kembali ke Kota Malang.

Perjalanan turun tidak terlalu melelahkan, hanya butuh 2 jam untuk sampai di pos pertama, yakni pos loket pembayaran. Sepanjang perjalanan kami bertemu banyak pendaki, setelah menyapa satu sama lain, akhirnya saya tahu bahwa mereka berasal dari Universitas Brawijaya Malang (UB) yang hendak mengadakan acara di puncak. Pukul 10 pagi kami sudah sampai di pos pertama, Alhamdulillah semua selamat..

Wassalamualaikum Indonesia,
Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

November 12, 2013

Mabit dan Kenikmatannya

Kota Malang merupakan kota yang sangat dinamis dalam hal beragama. Faktor utamanya tak pelak karena banyaknya kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Sudah tiga tahun aku mengenyam pendidikan di Kota Malang, tepatnya di Universitas Negeri Malang (UM). Rasanya? Sangat nikmat, apalagi ketika mengkaji tentang agama islam. Agama yang insya allah menjadi agama pertamaku dan agama terakhirku.

Kemarin malam (9/11/2013) aku diundang oleh aktivis dakwah UM untuk mengikuti acara di Masjid Utsman Bin Affan yang beralamat di Jl. Sunan Kalijaga No. 8 Merjosari Malang. Acara itu ialah MABIT, Malam Bina Iman dan Takwa. Pesertanya ialah para aktivis dakwah se-Malang Raya. Sudah beberapa kali aku mengikuti acara seperti ini, namun acara kemarin agak beda. Penitianya lebih profesional dan pesertanya lebih banyak.

Acara dimulai pukul 21.00 WIB dengan tausiyah dari Ustad Fajar Nazri tentang keutamaan Ukhuwah (Persaudaraan) dalam Islam. Selain menjadi ustad, beliau juga menjadi dokter dan direktur Rumah Sakit Khusus Geriatri TEJA HUSADA di daerah Kepanjen Kab. Malang. Lugas, jelas, dan penuh makna serta diselingi dengan candaan yang positif merupakan ciri khas beliau dalam memberi tausiyah. Banyak peserta yang terhanyut dalam tausiyah beliau, salah satunya diriku.

Selepas ustad fajar menyampaikan materi, acarapun dilanjutkan dengan tilawah Al Qur’an. Tilawah Al Qur’an bahasa gampangnya ialah mambaca Al Qur’an. Satu peserta satu juz. Aku kemarin kebagian juz 22, yakni Surat Al-Ahzab 31 sampai Surat Ya Sin 21. Dengan semangat yang masih belum pudar dan ditambah dengan sunyinya masjid Utsman Bin Affan membuat kami sangat nikmat dalam membaca dan menikmati ayat-ayat suci Al Qur’an. Suara rangkaian huruf hijaiyah pun menggema di masjid yang berada di belakang Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang itu.

Jam menujukkan pukul 23.00, itu menandakan bahwa kami harus segera tidur untuk persiapan Qiyamul Lail (Shalat Tahajud). Sedang asyik bermimpi indah, aku dibangunkan oleh panitia pukul 2.30 pagi. Raga masih terasa sangat letih, matapun masih terasa sangat perih. Ditambah lagi pagi itu udara pagi Kota Malang sangat dingin, sehingga sangat nikmat untuk dibuat tidur kembali. Namun, karena dari rumah sudah berniat untuk bermanja-manja dengan Allah SWT maka akupun bangkit dan mengambil air wudhu. Dinginnya air wudhu berhasil mengusir rasa kantukku. Setelah berwudhu akupun bermanja-manja dengan Allah SWT hingga suara muadzin berkumandang yang menandakan bahwa shalat subuh telah datang.

Biasanya selepas shalat subuh kami langsung pulang. Namun acara kemarin tidak seperti itu. Ada satu acara lagi yang harus dilakukan sebelum pulang, yakni membaca Al Ma’tsurat karangan Hasan Al-Banna. Al Ma’tsurat berisi tentang beberapa ayat suci Al Qur’an dan do’a-do’a Rasulullah semasa beliau masih hidup. Pembacaan Al Ma’tsurat dilakuknan dalam dua waktu, yakni pagi hari dan sore hari.

Sebagai orang Muslim, sudah sepantasnya kita mengkaji banyak hal tentang agama islam. Banyak kendaraan yang bisa kita gunakan untuk mengkaji hal-hal itu, salah satunya ialah mengikuti Malam Bina Iman dan Takwa (MABIT). Jujur, acara kemarin sangat nikmat dan menyenangkan. Ndak percaya? Silahkan dibuktikan sendiri.

Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

October 16, 2013

Pak Tua yang Taat Shalat Berjamaah



Siang itu sangat panas. Kota Malang seakan dibakar oleh kemarahan sang matahari. Sang angin pun tak sanggup menahan panasnya sang matahari ketika ia marah. Sedang asyik mengerjakan tugas akhir, ada suara sayup-sayup dari kejauhan. Aku sangat mengenal suara merdu itu. Suara itu ialah tanda bahwa Allah sangat sayang dengan hamba-hambaNya. Suara itu ialah suara adzan. Sang malaikat dan sang setan sempat perang argumen di hati kecilku, alhamdulillah adu debat itu dimenangkan oleh sang malaikat.

Aku pun bergegas menuju kamar mandi dan berwudhu. Sesaat setelahnya aku menuju masjid yang berada di dekat kostku. Masjid tiga lantai itu sering aku gunakan untuk bermanja-manja dengan Allah. Jamaah di masjid itu cukup banyak, salah satunya pak tua yang sering aku temui. entah siapa nama pak tua itu, yang pasti tempat tinggalnya di dekat masjid itu.

Pak tua itu kalau shalat agak lain dari biasanya. Kalau orang normal shalatnya sambil berdiri, tetapi beliau shalatnya sambil duduk. Dulu beliau shalatnya sambil berdiri. tetapi setelah terkena komplikasi penyakit dalam, beliau sudah tidak bisa shalat dalam keadaan berdiri lagi. Yang membuatku kagun dari pak tua itu ialah beliau masih mempunyai semangat luar biasa untuk shalat berjamaah. Bukan hanya shalat wajib yang beliau lakukan, shalat sunnah rawatib dan tahiyatul masjid pun sering beliau lakukan sebelum iqamah datang. Kondisinya yang seperti itu tidak membuatnya manja dan mengeluh dalam menyembah Allah. Bahkan dia berhasil membuatku iri tentang semangatnya dalam shalat. Aku yang masih sehat seperti ini terkadang malas untuk shalat berjamaah. Sedangkan beliau yang sudah tua dan mempunyai banyak penyakit masih mampu untuk mengerjakan shalat berjamaah.

Buat pembaca yang merasa lebih sehat dari pak tua itu alangkah baiknya kalau kita meniru semangat beliau. Masak kita kalah dengan orang tua? Orang tua yang punya

penyakit seperti itu saja bisa shalat berjamah. Masak kita yang masih muda tidak bisa melakukannya?, secara logika bisa, tetapi terkadang perang argumen yang dilakukan oleh setan dan malaikat di hati kita dimenangkan oleh setan, sehingga kita tidak jadi shalat berjamaah di masjid. Oya Allah itu sangat suka dengan majelis ilmu, dan shalat berjamaah ialah salah satu dari bentuk majlis ilmu itu. Hidup cuma sekali, kapan lagi kita bisa memanjakan Allah kalau tidak pada saat ini?. Manjakan Allah, insya allah Allah akan memanjakan kita.

NB : cerita ini ialah cerita nyata
Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

July 11, 2013

Hari ke 2 Puasa = telat Sahur



Bulan suci Ramadhan telah tiba. Tentunya bulan ini sangat disenangi oleh penduduk bumi, terutama mereka yang beragama islam. Buat penduduk yang non-islampun, bulan Ramadhan ternyata memberi berkah. buktinya banyak orang non-muslim yang berjualan takjil sebelum berbuka puasa. Tahun ini bulan ramadhan yang ke 1434 H/2013 M. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama menetapkan tanggal 10 Juli 2013 merupakan hari pertama puasa. Sekarang tanggal 11 Juli 2013, berarti ini hari ke-2 puasa. 

Hari ke-2 puasa, sahurku telat. Kalau kemarin sahurku jam 2.30 am, kali ini aku sarapan sahur jam 4.00 am. Sebenarnya jam 1.00 am sudah bangun, tetapi aku putuskan untuk tidur lagi karena imsaknya masih lama (di Kota Malang sekitar jam 4.30 am). Hal itu terulang lagi di jam 2.00 pagi, sempat bangun lagi tetapi akhirnya aku tidur lagi karena aku masih menganggap imsaknya masih lama. Di dalam tidurku aku bermimpi agak aneh, sekarangpun sudah lupa. Tetapi yang pasti mimpi itu tentang aktivitasku di kampus.

Aku terbangun setelah mendengar suara merdu orang mengaji di masjid dekat kostku. Ketika baru membuka mata, aku langsung dikejutkan dengan suara yang bersumber dari masjid yang sama. Sayup-sayup aku dengar suara itu berucap “imsak kurang 15 menit lagi”. 

“hah, imsak kurang 15 menit lagi?” teriaku dalam hati

Akupun langsung meloncat deri tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sehabis ganti pakaian akupun langsung berlari menuju warung dekat kostku untuk membeli sarapan sahur.

“Alhamdulillah warungnya masih buka”, gumanku 

Ternyata Allah masih memberikan kesempatan kepadaku untuk menyantap sarapan sahur pagi ini. Beruntung pada waktu itu yang beli hanya aku, sehingga tidak ada ritual antre mengantre. 

Sampai di kost aku langsung melahap makanan itu. Berhubung imsaknya sudah di bawah 15 menit lagi, akupun memakan makanan itu seperti orang yang sedang mengikuti lomba makan dengan hadiah utama Mobil Suzuki Swift. Baru menyendok beberapa nasi, suara dari masjid itupun terdengar lagi. Kali ini dia berucap “imsak kurang 10 menit lagi”.

“Pak brow kok cepat sekali?, Tidak bisa diundur apa imsaknya?, Ini aku masih sahur!” pikiran ngelanturku tersulut emosi atas kata-kata yang keluar dari sumber suara itu.

Tak lama setelah pikiran ngelanturku berkata, hati kecilku pun berucap juga, “hai Rudi, puasa tidak boleh kesal, apalagi marah. Mungkin lain kali kamu harus bangun lebih awal sehingga tidak telat seperti ini. Tidak perlu menyalahkan orang lain, salahkan dirimu sendiri karena kamu baru bangun jam 4.00 pagi”.

Dari situ akupun sadar bahwa ternyata aku yang salah. “Ngapain aku kesal terhadap orang lain atas kesalahanku sendiri?, Lagipula imsak tidak bisa diundur karena waktunya sudah ditentukan dari dulu. Biarpun hanya dikasih waktu sekitar 10 menit, alhamdulillah aku masih diberi kesempatan untuk menyantap sarapan sahur.” gumanku dalam hati. 

Pagi itu nasinya tidak aku habiskan. Aku hanya memakan 3/4nya saja karena takut kehabisan waktu. Setelah selesai melahap makanan itu, aku menikmati makanan penutup yang diberi ibu kostku, pisang. sehabis melahap pisang akupun segera meminum segelas air putih dan menuju ke kamar mandi untuk menggosok gigi. Setelah menggosok gigi suara yang sama terdengar lagi dari masjid itu. Suara itu berkata “imsak.. imsak.. imsak…”

Leganya hatiku pada waktu itu. Makan sudah, minum sudah, melahap makanan penutuppun juga sudah. Sekarang waktunya persiapan ke masjid guna melaksanakan ibadah sholah subuh. Akupun langsung berwudhu dan berangkat ke masjid itu.

Hikmah yang bisa diambil, lain kali kalau sudah bangun jangan tidur lagi. 1 lagi, kalau bisa segeralah menikah agar ada yang membangunkan ketika sahur tiba ^-^.


Penulis : Rudiasa (Mahasiwa FE UM)

July 4, 2013

IBF, ajang Silaturahmi Para Ikhwan & Akhwat



Sudah hampir tiga tahun aku berkecimpung di organisasi itu. Sebuah organisasi yang sangat positif buat kehidupanku. Dengan organisasi itu aku bisa melancong ke tanah sunda, Bandung. Tepatnya ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hampir satu minggu aku di sana. Pengalaman terbaik yang bisa aku dapat ialah aku bisa mengenal beberapa kata baru. Salah satu contohnya ialah panggilan “Teh”, yang dalam bahawa jawa berarti mbak. Dan panggilan “Kang” yang dalam bahasa kelahiranku berarti mas. Ketika sampai di penginapan yang ada di daerah Lembang dua kata itu yang diucapkan panitia untuk memanggilku dan rombonganku. Tetapi tidak hanya pengalaman positif saja yang aku dapat, pengalaman negatifpun pernah aku dapat ketika berada di sana. Tepatnya ketika aku mengikuti siraman rohani dari Aa Gym di Masjid dekat kampus UPI. Pada waktu itu sepatu terbaikku hilang dicuri orang. Sempat kesal juga, tetapi mau diapain lagi karena sepatunya sudah tiada. Pelajaran yang bisa aku ambil ialah lain kali kalau pergi ke daerah orang lain harus berhati-hati lagi, terutama ketika mambawa barang-barang terbaik yang aku miliki.

Dua hari yang lalu organisasiku diberi kesempatan untuk mengisi acara di Malang Islamic Book Fair 2013 (IBF). Itu bertanda aku harus turut serta di dalamnya. Biarpun tugasku hanya membawa x-banner dari kamar kostku yang cukup nyaman. Aku sebenarnya agak khawatir datang di tempat seperti itu. khawatir kalau tidak bisa menjaga pandangan. dan khawatir kalau aku tidak bisa menjaga hatiku dari sifat iri karena melihat banyaknya para ikhwan dan akhwat yang sudah menikah dan bergandengan tangan satu sama lain. Ahh, masa bodoh dengan semua itu. Aku kesana karena ingin membantu organisasiku, bukan mencari jodoh, apalagi iri dengan orang-orang yang sudah menikah.

Acara kemarin agak molor karena balum ada peserta yang datang. sebenarnya sudah ada, tetapi masih bisa dihitung dengan jari. Berhubung sang matahari sudah condong ke ufuk barat maka acarapun dimulai. Suara yang cukup merdu menggema di IBF. Suara merdu itu tak lain ialah suara sang pemateri yang diberi amanah oleh organisasiku untuk menyampaikan beberapa materi tentang agama islam. kebiasaanku, setiap ada ceramah dari pemateri yang luar bisa biasanya selalu aku rekam di handphone pemberian dari ibuku. Rekaman ini biasanya aku bunyikan menjelang tidur malam dan akan terhenti dengan sendirinya ketika aku sudah terlelap bersama mimpi-mimpi indahku.

Menjelang maghrib acarapun selesai. Tugaskupun juga selesai. Sekarang waktunya berburu buku di IBF. Sudah beberapa tahun terakhir aku mendambakan berburu buku di IBF. Dan baru sekarang aku bisa melakukannya. Aku tidak bisa konsentrasi untuk memilih buku yang aku inginkan. Hal itu terjadi karena banyaknya bidadari-bidadari Allah yang lalu lalang di depanku. Pakaian dan kerudung. Ya dua hal ini yang paling aku sukai dari bidadari-bidadari Allah. Pada dasarnya aku kurang mengerti mengapa mereka berpakaian seperti itu. Tetapi aku sangat suka dengan seorang gadis yang berpakaian seperti itu. Sungguh anggun dan sopan jika dipandang. Kalaupun semisal ditanya tentang jodohku nanti, aku akan jawab, “aku ingin membangun keluarga kecilku bersama wanita seperti itu”. Biarpun aku sadar aku belum pantas untuk dapat gadis seperti mereka. Pemandangan lain yang cukup membuatku tidak konsentrasi ialah kemesraan yang ditunjukkan beberapa pasangan yang sudah menikah. Yang pasti pasangan ikhwan dan akhwat. Subhanallah, biarpun aku belum pernah merasakannya tatapi kelihatannya hal itu sangat menyenangkan. Dunia serasa milik berdua. Bergandengan tangan, saling merapatkan tubuh satu sama lain, dan yang pasti ketika berbicara saling memadang satu sama lain. Inilah kenikmatan dari acara sakral yang bernama “Pernikahan”.

Aku melihat beberapa teman seperjuanganku juga ada di sana. Mereka mencari buku, tetapi ada juga yang berjualan baju dan buku. Sempat aku manyapa mereka dan bercengkrama, tetapi lagi-lagi aku tidak bisa berlama-lama dengan mereka karena jenis kelamin kami berbeda. Lagian mereka juga seorang akhwat, sehingga semuanya sangat dijaga dari orang-orang yang belum halal baginya. Setelah berputar-putar dari stan buku satu ke stan buku yang lain, aku memutuskan untuk membeli dua buku. Buku pertama tantang sirah Utsman Bin Affan dan buku kedua tentang Cerpen-cerpen Islami. Pada dasarnya pembelian ini tidak aku anggarkan dalam keuanganku, tetapi aku ingin merealisasikan apa yang ada di kepalaku. Akhirnya terbelilah dua buku itu.

Hal yang sangat menarik dari IBF ialah dia memberikan kesempatan kepada para ikhwan dan akhwat untuk bersilaturahmi satu sama lain. Disamping membeli buku tentunya. Kita bisa tahu akhwat A, dan kita juga bisa tahu ikhwan B. biarpun tetap kita belum bisa bercengkrama dengan mereka sesuka hati kita. mungkin hanya sebatas tahu nama dan asal kampusnya saja. Aku suka acara ini, sangat positif dan bermanfaat bagi semua orang, terutama para ikhwan dan akhwat.

Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

May 27, 2013

Peristiwa di Subuh Hari



Suara adzan membangunkanku pagi ini. Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Sesaat kemudian aku berjalan menuju masjid dengan langkah tegak karena rasa kantukku telah sirna diterpa dinginnya air yang ada di desa kecilku. Langkah kakiku ditemani sang bulan dan koloni bintang yang sangat indah, sang bulan masih terlihat terang benderang menyinari bumi Allah, bintang-bintang kecilpun tak kalah memukau dengan cahayanya yang berkelap-kelip.

“Alhamdulillah Allah mengabulkan do’aku”, ucapku dalam hati

Kemarin malam aku sempat berdo’a kepada Allah agar aku diberi kemudahan untuk bangun jam 4 pagi supaya bisa sholat subuh secara berjamaah. Akhirnya do’a itu dikabulkan juga. Subuh kali ini suasananya begitu berbeda dengan hari-hari sebelumnya, terasa lebih dingin dan lebih hening. Hanya terdengar sayup-sayup suara orang adzan dan sang jangkrik yang sedang bernyanyi.

Hanya ada beberapa orang yang datang ke masjid pagi ini. Kebanyakan dari mereka sudah berumur di atas 40 tahun. aku terkadang heran dengan orang indonesia. Dia mendapat gelar sebagai salah satu negara terbesar untuk kategori penduduk yang memeluk agama islam, tetapi sayangnya hanya segelintir orang yang mau sholat subuh berjamaah di masjid. aku selalu mendambakan suasana sholat subuh seperti suasana sholat jum’at, orang-orang berbondong-bondong datang ke masjid, memakai wangi-wangian, membawa baju dan sajadah terbaik, serta membawa uang untuk berinfak. Satu lagi yang aku dambakan, semua ruang yang ada di masjid dipergunakan para jamaah untuk sholat dan mendengarkan khutbah jum’at. Tetapi sayang suasana sholat subuh yang ada di desa kecilku belum bisa seperti itu. sekarang, mungkin itu hanyalah seuntai impian anak ingusan yang ingin melihat masjid di desanya dipenuhi jamaah ketika subuh hari, tetapi terlepas dari itu aku percaya suatu saat nanti hal itu akan menjadi nyata.

Setelah imam mengucapkan salam aku sempat mengikuti dzikir dengan orang-orang yang ada di sana. Dzikir, sebuah makanan yang paling nikmat untuk hati manusia. Dzikir mengandung ribuan vitamin dan jutaan protein yang sangat baik untuk kelangsungan hidup hati manusia. Tanpa asupan yang baik dari dzikir menurut banyak ustad akan membuat hati manusia sakit dan akhirnya mati. Ketika hati manusia sudah mati maka si pemilik hati itu akan sulit menerima hal-hal positif, bahkan dia sudah tidak bisa membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.

Waktu di subuh hari merupakan waktu yang paling aku sukai. Disamping aku bisa sholat subuh berjamaah di masjid, aku juga bisa menikmati udara pagi yang masih sangat murni. “ahh, aku suka dengan udara seperti ini, masih sangat segar dan dingin. Sangat baik untuk digunakan berolahraga”, batinku dalam hati sambil melakukan pemanasan karena pagi ini aku berencana bersepeda mengelilingi desa kecilku.

Terlihat dari kejauhan masih ada beberapa orang yang sedang melantunkan ayat suci Al Qur’an di dalam masjid. Dengan usianya yang sudah berkepala lima tidak mengurangi suara lantangnya dalam membaca kitab suci itu. Terlihat juga sepasang suami istri yang sedang menikmati udara pagi sambil jalan kaki melewati depan rumahku. Sungguh romantis mereka. Berpacaran setelah menikah, semua yang dilarang menjadi dianjurkan, salah satunya berkhalwat (berdua-duaan). Di pojok jalan itu aku juga menemui kerumunan ibu-ibu yang sedang berbelanja bahan makanan untuk sarapan keluarganya.

Hijaunya persawahan dan rindangnya pepohonan membuntutiku pagi ini. Sungguh segar melewati barisan mereka. barisan makhluk ciptaan Allah yang luar biasa indah dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Aku terkadang heran dengan orang kota yang memandang remeh profesi petani yang ada di pedesaan. Padahal nasi yang berada di dapurnya merupakan hasil jerih payah para petani yang setiap hari memeliharanya dengan sabar dan penuh perhatian sehingga menghasilkan padi-padi yang berkualitas.

Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

April 6, 2013

Ekspedisi Pulau Sempu 2013 (foto)















March 16, 2013

Ekspedisi Pulau Sempu 2013


















Pagi itu matahari bersinar dengan teriknya. Sang awan tampaknya malas untuk menganggu kesenangan sang matahari dalam menyinari setiap pergerakan di bumi. Pagi itu ialah sabtu, 9 Maret 2013. Di pagi yang indah itu aku dan teman-temanku dari Off M Jurusan S1 Akuntansi FE UM berencana menghabiskan akhir pekan di Pulau Sempu. Nama teman-temanku ialah Ganda Adi Suryo, Riski Setyo Budi, Burhanuddin, Angga Prasetya Nusantara, Nanang Agus Wijaya, Puguh Hermawan, Khoirul Abidin, Bhisma Chaesar Atmaja, dan Septian.

Banyak orang yang berkata bahwa pulau sempu ialah pulau yang sangat indah, pantainya yang bersih, pasirnya yang putih, ombaknya yang tidak begitu ganas, pemandangan hutannyanya yang sangat indah, dan juga pemandangan laut selatannya yang sungguh luar biasa. Ketika kami sampai disana ternyata opini dari kebanyakan orang memang benar.

Akses untuk menuju ke pulau sempu harus melewati Pantai Sendang Biru terlebih dahulu. Kami berangkat dari Kota Malang menuju Pantai Sendang Biru dengan senyum yang masih sangat lebar. Hijaunya pepohonan dan jalan raya yang sangat ekstrim menemani perjalanan kami menuju Pantai Sendang Biru. Seletah dua jam perjalanan akhirnya sampai juga di pantai sendang biru. Birunya lautan membuat aku takjub akan kebesaran Allah SWT. Ditambah lagi dengan pulau-pulau kecil yang sangat indah di sepanjang pantai sendang biru.

Setengah jam kami di sana untuk mempersiapkan perlengkapan, izin untuk masuk pulau sempu, dan membeli ikan segar akhirnya perjalanan berlanjut menuju pantai Semut dengan menggunakan perahu. Pantai Semut merupakan pintu masuk menuju pulau sempu. Jarak antara kedua tempat ini ialah 2 KM dengan waktu tempuh jalan kaki melewati hutan belantara sekitar 2 jam. Perjalanan kami kemarin memerlukan waktu 3,5 jam karena medannya yang sangat becek sehingga kaki kami sangat sulit untuk melangkah. Hutan menuju pulau sempu masih sangat lebat sehingga menyebabkan banyak pendaki yang kehilangan arah ketika sampai di tengah hutan. Tetapi masalah itu bisa dipecahkan dengan menyewa Petunjuk jalan (tour guide) yang banyak tersedia di Pantai Sendang Biru.

Pukul 5 sore kami sampai di pulau sempu. Hal pertama yang kami lakukan ialah membuat tenda dan mempersiapkan peralatan lainnya. Tetapi pada waktu itu yang membuat tenda hanya sebagian saja. Yang lainnya langsung menikmati dinginnya air laut pulau sempu. Perjalanan berat yang kami lakukan terbayar sudah dengan indahnya pulau sempu yang masih sangat alami. Sore itu kami berenang sampai sang matahari terbenam di ufuk barat.

Tidak hanya kami saja yang berkemah di situ. Banyak dari daerah lain yang juga menghabiskan waktu akhir pekannya di pulau sempu. Ada yang dari Bandung, Jakarta, Sidoarjo, Surabaya, dll. Rata-rata dari mereka ialah para mahasiswa.

Malam harinya kami membuat nasi dan membakar ikan yang kami beli di pantai sendang biru. Dengan perut yang sangat lapar akhirnya habis juga nasi dan ikan bakar yang kami buat pada saat itu. Di pulau sempu tidak ada air tawar, sehingga harus dipersiapkan dengan baik terkait air yang akan dibawa. Kami kemarin membawa sekitar 25 Aqua yang berukuran 1,5 liter. Air itu kami gunakan untuk minum dan memasak makanan. Disamping membawa air mineral kami kemarin juga membawa mie dan roti. Ini untuk bahan makanan pada esok harinya.

Panorama malam di pulau sempu sungguh sangat indah. Desiran ombak yang begitu pelan dan juga lalu lalangnya berbagai bintang membuat malam itu begitu indah. Di samping itu, sunyinya malam membuat kami begitu menikmati indahnya malam pada waktu itu.

Pagi harinya sebagian dari kami menikmati matahari terbit (sunrise) yang berada di atas tebing di selatan pulau sempu. Pantai selatan menyapa kami dengan ombak yang begitu dahsyat. Birunya air seakan menunjukkan bahwa ia yang paling indah pada waktu itu. Sang karangpun tidak mau kalah menunjukkan kelebihannya. Biarpun setiap saat disinggahi kemarahan sang air tetapi dia tetap mempu untuk menahannya.

Pukul 7 pagi kami semua sepakat untuk berenang di pulau sempu. Asinnya air laut sempat membuat kami enggan untuk berenang. Tetapi dengan jerih payah yang kami kelurakan untuk sampai di pulau sempu rasanya kurang mantap kalau tidak berenang disana. Tidak terasa kami sudah berenang selama 3 jam. Indanya panorama laut membuat kami lupa akan waktu pada saat itu. Apalagi ditambah guyuran hujan yang membuat pantai menjadi lebih indah.

Puas berenang disana akhirnya kami mempersiapkan diri untuk pulang ke Kota Malang. pada waktu itu jam menunjukkan pukul 12 siang. Perjalanan pulang menjadi lebih berat karena beberapa jam sebelum kami pulang hujan turun dengan sangat deras. Kebetulan pada waktu itu kami pulang bersama rombongan dari Sidoarjo yang ada tour guidenya sehingga perjalanan pulang kami sedikit lebih aman.

Setelah melakukan ekspedisi kemarin aku punya tips untuk kalian yang akan berekspedisi ke pulau sempu lagi,
1. Ketika berangkat jangan menggunakan celana panjang
2. Jangan memakai baju putih selama perjalanan berangkat maupun pulang karena pasti akan sangat kotor
3. Gunakan sepatu gunung untuk perjalanan berangkat maupun perjalanan pulang
4. Bawa air mineral yang banyak karena di sana tidak ada air tawar
5. Bawa makanan secukupnya, terutama mie instan dan roti
6. jangan meninggalkan sholat bagi pemeluk agama islam
7. Bawalah baju secukupnya agar ransel yang kalian bawa tidak terlalu berat
Penulis : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)

March 15, 2013

















penerbit : Rudiasa (Mahasiswa FE UM)