RSS
Facebook
Twitter

Showing posts with label Ekonomi Syariah. Show all posts
Showing posts with label Ekonomi Syariah. Show all posts

October 12, 2015

Tujuan Bank Syariah

Berikut merupakan tujuan bank syariah menurut Sumitro,
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha
4. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syari’ah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan 
Penulis : Rudiasa, SE

Sumber Dana Bank di Indonesia

Kasmir (2002) menyatakan bahwa ada beberapa jenis sumber dana bank, yakni:

1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
a. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri, yakni sejumlah uang yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada saat bank itu sendiri
b. Cadangan-cadangan, sebagaian dari laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutupi timbulnya resiko dikemudian hari
c. Laba yang ditahan, Laba yang mestinya dibagikan kepada pemegang saham, tetapi mereka sendiri yang memutuskan untuk tidak dibagikan dan dimasukkan kembali dalam modal kerja

2. Dana yang berasal dari masyarakat luas
a. Simpana giro, yakni simpanan pihak ketiga bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan
b. Simpanan Tabungan, yakni simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
c. Simpanan deposito, yakni simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan pihak bank yang bersangkutan
d. Jasa perbankan lainnya, yakni meliputi kiriman uang transfer, kliring, inkasa, safe deposit box, bank card, cek wisata dan lain sebagainya

3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya
a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, yakni bantuan dana dari Bank Indonesia untuk membiayai masyarakat yang tergolong prioritas, seperti kredit investasi pada sektor pertanian, perhubungan, industri penunjang sektor pertanian, tekstil, ekspor nonmigas, dan lain sebagainya
b. Perjanjian antar bank, yakni pinjaman harian antar bank yang dilakukan apabila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan oleh bank. Jangka waktu call money biasanya hanya beberapa hari atau satu bulan saja
c. Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain diluar negeri, pinjaman ini biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah panjang. Realisasi dari pinjaman ini harus melalui Bank Indonesia dimana secara tidak langsung Bank Indonesia selaku bank sentral ikut mengawasi pelaksanaan pinjaman tersebut demi menjaga stabilitas bank yang bersangkutan
d. Surat berharga pasar uang, Biasanya merupakan pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank yang tidak berbentuk pinjaman atau kredit, tetapi berbentuk surat berharga yang dapat diperjualbelikan sebelum tanggal jatuh tempo 
Penulis : Rudiasa, SE

Sistem Bagi Hasil di Bank Syariah

Operasional bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Menurut Veithzal dan Arviyan (2010), bagi hasil merupakan suatu mekenisme yang dilakukan oleh bank syariah (mudharib) dalam upaya memperoleh hasil dan membagikannya kembali kepada para pemilik dana (shahibul maal) sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama di awal. Prinsip bagi hasil memiliki karakteristik Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Prinsip ini mengharuskan pemanfaatan dana untuk digunakan dalam usaha produktif. Produk pembiayaan yang menggunakan prinsip ini ialah mudharabah dan musyarakah.

Menurut Tarsidin (2010), dasar perhitungan pendapatan bagi hasil untuk masing-masing pihak dapat dibagi menjadi tiga, yakni:

1. Profit Sharing
Dasar perhitungannya adalah profit yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan. Profit merupakan selisih antara penjualan/pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha, baik berupa harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi.

2. Gross Profit Sharing
Dasar perhitungannya adalah gross profit (laba kotor), yakni penjualan atau pendapatan usaha dikurangi dengan harga pokok penjualan/biaya produksi. Dengan skema ini, pihak-pihak yang berkontrak tidak menghadapi kepastian di sisi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi.

3. Revenue Sharing
Dasar perhitungannya adalah penjualan/pendapatan usaha. Dalam hal ini pemilik dana hanya menghadapi kepastian atas tinggi rendahnya penjualan/pendapatan usaha dan tidak menghadapi ketidakpastian atas biaya-biaya usaha (harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan,biaya umum, dan administrasi).

Penulis : Rudiasa, SE

Produk dan Jasa Bank Syariah

Berikut merupakan produk dan jasa bank syariah menurut (Booklet Perbankan Indonesia, Vol 4, Maret 2007)

1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain:
a. Giro berdasarkan prinsip wadiah
a. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan atau mudharabah
b. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah

2. Menyalurkan dana melalui:
a. Prinsip jual beli berdasarkan akad murabahah, istishna, dan salam
b. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad mudharabah dan musyarakah
c. Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik
d. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
e. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn.

3. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan Prinsip Syari’ah

4. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syari’ah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau BI

5. Menerbitkan surat berharga berdasarkan Prinsip Syari’ah

6. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan atau nasabah berdasarkan Prinsip Syari’ah

7. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syari’ah

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah

9. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah

10. Memberikan fasilitas Letter of Credit (L/C) berdasarkan Prinsip Syari’ah

11. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan Prinsip Syari’ah

12. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan Prinsip Syari’ah

13. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah

14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional

15. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf

16. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan Prinsip Syari’ah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan

17. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan Prinsip Syari’ah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia

18. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syari’ah sesuai ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku

19. Bank Syari'ah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai Syari’ah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah


Prinsip-Prinsip Pembiayaan di Bank Syariah

Mulyono (1996), menyebutkan bahwa setidaknya ada 5 prinsip pembiayaan di bank syariah, prinsip ini dikenal dengan 5C, yakni:

1. Character (karakter), yaitu untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran yaitu kemauan untuk memenuhi kewajibannya.
2. Capacity (kemampuan), ialah suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai oleh bank.
3. Capital (modal), adalah penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon debitur diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya.
4. Colateral (jaminan), adalah barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau debitur sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya. Hal ini bertujuan untuk alat pengaman jika usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi kreditnya dari hasil usahanya yang normal.
5. Condition of economic (kondisi ekonomi), ialah untuk mengetahui sejauh mana kondisi yang mempengaruhi perekonomian suatu negara akan memberikan dampak negatif maupun positif terhadap perusahaan yang memperoleh dana.

Penulis : Rudiasa, SE

Prinsip, Peran, Fungsi, dan Ciri-Ciri BMT

Menurut Ridwan (2004), visi dari BMT adalah meningkatkan kualitas ibadah anggota BMT sehingga mampu berperan sebagai khalifah Allah. Kemudian misinya ialah menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam kegiatan ekonomi, memperdayakan pengusaha mikro atau kelas bawah untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal, sehingga dapat menikmati hasil-hasil BMT. Adapun tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan kekuatan dan posisi pengusaha kelas bawah dengan pelaku ekonomi yang lain.

BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Aspek bisnis BMT adalah kunci sukses mengembangkan BMT, yang diharapkan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para deposannya dan mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lain. Asas dan landasannya adalah Pancasila dan UUD 1945 serta berprinip Syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme.

Untuk menjaga kepercayaan para anggotanya, BMT selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Dari, untuk, dan kepada anggota
2. Kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah
3. Mandiri, Swadaya, dan Musyawarah
4. Semangat jihad, Istoqomah, dan professional
5. Menjiwai mu’amalat Islamiyah

Dalam usaha memajukan kesejahteraan anggotanya, BMT berperan sebagai :
1. Motor penggerak perekonomian masyarakat bawah dari seluruh masyarakat Indonesia
2. Ujung tombak pelaksanaan ekonomi Syari’ah
3. Penghubung antara Aghnia dan Dhu’afa
 
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi :
1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (Pokusma), dan daerah kerjanya
2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih professional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global
3. Menggalang dan memobilsasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota
4. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara agniya sebagai shohibul maal dengan dhu’afa sebagai mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dan lain-lain
5. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana (mudharib) untuk pengembangan usaha produktif

Ciri-ciri BMT ialah sebagai berikut :
1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat
2. Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan penggunaan dana-dana sosial untuk kesejahteraan orang banyak serta dapat menyelenggarakan kegitan pendidikan untuk memperdayakan anggotanya dalam rangka menunjang ekonomi
3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat sekitarnya
4. Milik bersama masyarakat kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas dasar ini BMT tidak dapat berbadan hukum perseroan.
Penulis : Rudiasa, SE
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.

Berikut merupakan perbedaan sistem bagi hasil dan sistem bunga menurut Antonio (2001),
Sistem Bagi Hasil
1. Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi
2. Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh
3. Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/ usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib
4. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi-hasil

Sistem Bunga
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
2. Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan
3. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah usaha yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi
4. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam 
Penulis : Rudiasa, SE
Fungsi bank syariah dan bank konvensional ialah sama, yakni sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Tujuannya juga sama, yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dan pemerataan kesejahteraan. Biarpun keduanya memiliki kesamaan dalam hal fungsi dan tujuan, namun ada perbedaan yang mencolok dari keduanya, yakni dalam hal operasional. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dan risiko, sementara bank konvensional menggunakan sistem bunga (riba).

Berikut perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional menurut Antonio (2001),
Bank Syariah
1. Berdasarkan prinsip investasi bagi hasil
2. Menggunakan prinsip jual-beli
3. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
4. Melakukan investasi-investasi yang halal saja
5. Setiap produk dan jasa yang diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syari’ah
6. Dilarangnya gharar dan maisir
7. Menciptakan keserasian diantara keduanya.
8. Tidak memberikan dana secara tunai tetapi memberikan barang yang dibutuhkan (finance the goods and services)
9. Bagi hasil menyeimbangkan sisi pasiva dan aktiva.

Bank Konvensional
1. Berdasarkan tujuan membungakan uang
2. Menggunakan prinsip pinjam meminjam uang
3. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
4. Investasi yang halal maupun yang haram
5. Tidak mengenal Dewan seperti dewan yang ada di bank syariah
6. Terkadang terlibat dalam speculative FOREX dealing
7. Berkontribusi dalam terjadinya kesenjangan antara sektor riel dengan sektor moneter.
8. Memberikan peluang yang sangat besar untuk sight streaming (penyalahgunaan dana pinjaman)
9. Rentan terhadap negative spread

Penulis : Rudiasa, SE

Pengertian Sumber Daya Insani (SDI)

Sudono (2011) menyebutkan bahwa Sumber daya Insani (SDI) adalah orang-orang yang ada dalam organisasi yang memberikan sumbangan pemikiran dan melakukan berbagai jenis pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi. SDI sebenarnya sudah dijelaskan di dalam firman Allah Swt QS. Al-Baqarah: 30 yang menjelaskan manusia sebagai khalifah di muka bumi kemudian dikuatkan dalam firman Allah SWT di QS. Shaad: 26 yang artinya sebagai berikut:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan (QS. Shaad:26)

Manajemen SDI merupakan salah satu bidang dari manajemen umum, dimana manajemen umum sebagai proses meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (Rivai, 2009). Menurut Haryanto (2011), alasan utama perbaikan SDI dalam perusahaan terutama karena peran strategis SDI sebagai pelaksana dari fungsi-fungsi perusahaan yaitu perencanaan, pengorganisasian, penstafan, kepemimpinan, pengendalian dan pengawasan serta pelaksana operasional perusahaan.

Dalam teori Human Resources Departmen (HRD) atau Departemen Sumber Daya Manusia kita kenal empat tipe manusia dari sisi kemauan dan kemampuannya. Pertama, yang mau dan mampu disebut star, inilah SDI yang terbaik yang siap melaksanakan berbagai aktivitas dan kegiatannya. Kedua, mau tapi tidak mampu disebut pekerja Ketiga,mampu tapi tidak mau disebut kuda dan kelompok ini haruslah selalu di berikan motivasi dan konseling. Dan yang terakhir, tidak mampu dan tidak mau disebut kutu busuk. Rasulullah selalu memanajemen manusia sesuai dengan kapasitas dan keahliannya dan merolling jika seandainya terjadi potensi yang tinggi namun kompetensinya rendah (Jaribah, 2006).

Beberapa tujuan manajemen SDI dijelaskan oleh Antonio (2011), yakni:
1. Peningkatan efesiensi, efektivitas, dan produktivitas
2. Rendahnya tingkat perpindahan pegawai, tingkat absensi dan komplain dari nasabah
3. Tingginya kepuasan kerja karyawan dan tingginya kualitas pelayanan
4. Meningkatnya bisnis perusahaan


Penulis : Rudiasa, SE
Akad Wadiah
Perjanjian penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.

Akad Mudharabah
Perjanjian pembiayaan/ penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Akad Musyarakah
Perjanjian pembiayaan/ penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.

Akad Murabahah
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.

Akad Salam
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

Akad Istishna’
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

Akad Ijarah

Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan.

Akad Qardh
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

Penulis : Rudiasa, SE

Pembiayaan di Bank Syariah

Menurut UU No.10 tahun 1998, tentang perbankan pasal 1 ayat 12, disebutkan bahwa pembiayaan adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebutsetelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau pembagian hasil keuntungan. di lain tempat, Veithzal dan Arviyan (2010) menjelaskan bahwa pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang sudah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Muhammad (2002) juga menyatakan bahwa pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan bank Islam kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank Islam dari masyarakat yang surplus dana.

Siamat (2005) menyatakan bahwa penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan yang mendominasi pengalokasian dana di bank syariah. Penggunaannya mencapai 70% - 80% dari volume usaha bank syariah. Oleh sebab itu, sumber pendapatan utama bank syariah berasal dari transaksi penyaluran pembiayaan, baik dalam bentuk mark up, bagi hasil, maupun pendapatan sewa.

Menurut Karim (2010), jenis-jenis pembiayaan syariah menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi 3, yakni:

1. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yan diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah

2. pembiayaan investasi syariah
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk :
a. Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik dalam rangka usaha baru.
b. Rehabilitasi, yakni pengantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik.
c. Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi.
d. Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru dengan tekhnologi sama atau lebih baik/tinggi, atau
e. Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyek/pabrik secara keseluruhan (temasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium)

3. pembiayaan konsumtif syariah
Pembiayaan konsumsi adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan
Penulis : Rudiasa, SE

Manfaat Pembiayaan di BMT

Menurut Mulyono (1992), setidaknya ada dua manfaat pembiayaan di BMT, yakni:

1. Manfaat pembiayaan ditinjau dari sudut kepentingan debitur
Dengan adanya pembiayaan dari BMT akan terpenuhi kebutuhan dana atau modal dalam melaksanakan suatu usaha

2. Manfaat pembiayaan ditinjau dari kepentingan masyarakat luas
Pembiayaan dari BMT dapat meningkatkan pendapatan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Selain itu dengan menyimpan dana di BMT masyarakat berharap dana yang disimpan kembali utuh dan aman. Masyarakat pengusaha akan sangat diuntungkan karena membantu memperoleh faktor-faktor produksi dengan mudah dan cepat.

Kamus Sederhana Ekonomi Islam

Al Dayn: bermakna memberikan pinjaman. Al Dayn mensyaratkan jangka waktu tetentu dalam pengembalian utang, hal ini membedakan dari Al Qard yang tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utangnya

Al Dayn al Daif: adalah utang yang timbul tanpa didahului adanya pertukaran / perpindahan hak atas asset yang tangible

Al Dayn al Qawi: adalah utang yang timbul akibat terjadinya pertukaran/ perpindahan asset yang tangible, misalnya akibat terjadinya jual beli

Ashiil: satu pihak dalam akad kafalah yang pada dasarnya mempunyai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan kepada seseorang atau pihak tertentu, namun kkkemudian kewajibannya itu ditanggung oleh pihak lain. Ia disebut juga Makfuul 'anhu

Al Qard: yaitu suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterima kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati antara keduanya.

Ash Sharf: adalah penukaran suatu mata uang dengan mata uang. Apabila untuk mata uang yang sama harus dibayar tunai dengan tiada melebihkan (sama nilainya). Sedangkan untuk mata uang yang berbeda harus dibayar tunai sedangkan jumlahnya dapat berbeda.

Al wadiah: berasal dari kata wada'a asy syai berarti meninggalkannya. Wadiah adalah sebagai amanat yang ada paaada orang yang dititipkan dan ia berkewajiban mengembalikan pada saat pemiliknya meminta.

Al wakalah: Al wakalah atau al wakilah bermakna At Tafwidh (penyerahan=pendelegasian=pemberian mandat). Yang dimaksud disini.yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Aqad: perjanjian, kontrak. Yakni pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyariatkan yang berpengaruh pada obyeknya.

Amal: Jasa

Amin: pihak yang memenuhi syarat untuk memegang kepercayaan secara penuh

'Ahd - sumpah. Dalam akad dibedakan tingkat kewajiban yang bersifat janji (wa'd) dan yang bersifat sumpah ('ahd)

Amana: kepercayaan (trust)

Awqaf: Lembaga dana waqaf

Athaya: Pemberian yang bersifat sukarela.

Al taradhi: aktifitas bersama yang dilakukan atas dasar suka sama suka

Al- adalah: berkeadilan

Aslah: lebih membawa manfaat

Baial Dayn bil Dayn adalah menjual dengan utang. Yaitu seseorang setuju untuk menjual suatu barang yang diserahkan kemudian hari dengan harga yang telah disepakati bersama saat ini, baik pembayaran harga penjualan maupun barangnya masih dalam bentuk utang

Bai'al 'Inah: adalah jual beli dimana si fulan menjual suatu barang kepada Fulanah dengan cara cicilan, lalu barang tersebut dijual kembali oleh Fulanah kepada si Fulan secara tunai dengan harga yang lebih renah. Misalnya si Fulanah meminta pinjaman dari si Fulan. Fulan tidak meminta bunga dari pinjaman tersebut, namun menyiasatinya dengan cara menjual suatu barang kepada Fulanah seharga Rp 1000 secara cicilan, kemudian Fulanah menjual barang tersebut kepada Fulan seharga Rp 800 secara tunai.

Bai' Al Murabahah (Almurabahah): atau jual beli Murabahah ialah suatu bentuk jual beli dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian mensyaratkan atasnya laba dalam jumlah tertentu

Bai' Mu'ajjal: pembayaran secara kredit

Bai' Wafa: penjualan dengan kontrak pembelian kembali

Bai' Salam: penjualan dimana pembayaran dilakukan dimuka atau sebelum penyerahan obyek

Ba;i Istisnaa: pembelian barang yang dibuat berdasarkan pesanan

Ba'i al-ma'dum: yaitu melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki (short selling)

Bank Syariah: Lembaga keuangan bank yang menjalankan operasionalnya dengan system syariah.

Badan Arbitrase Syariah: badan yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi dalam muamalat yang terkait dengan prinsip syariah setelah tidak tercapainya kesepakatan pihak-pihak terkait melalui musyawarah.

Bagi untung (profit sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.

Bagi hasil (revenue sharing) bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.

Batil: Ilegal

Berkah: manfaat yang terus menerus

Cakap hukum: orang yang tindakan-tindakannya dipandang sah secara hukum. Dalam hukum Islam identik dengan mukalaf, yakni orang yang berakal sempurna dan sudah baligh.

Dhaman: jaminan, (lihat penjelasan Kafalah)

Dhamin: pihak yang masih perlu memenuhi kewajiban sebagai penjamin

Deposito: Simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dan bank. Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah adalah yang berdasarkan bunga dan yang dibenarkan adalah yang berdasarkan prinsip mudharabah.

Deposito Mudharabah: Investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian.

Dewan Syariah Nasioanal-MUI adalah salah satu lembaga yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Lembaga ini bertanggung jawab dan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan prinsip-prinsip syariah, kehalalan akad, transaksi dan produk perbankan syariah.

Dewan Pengawas Syariah: Dewan pengawas yang ada pada masing-masing bank syariah.

Distribusi hasil usaha: pembagian keuntungan oleh lembaga keuangan syariah dari hasil usahanya.

Ekonomi Syariah: ekonomi yang berdasarkan ajaran al-Qur'an dan Assunah

Fatwa: ketetapan hokum

Fiqh: Pendapat pakar hokum Islam

Falah: Kemenangan, kesejahteraan untuk semua

Giro: simpanan dana yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana pembayaran lain atau pemindahbukuan. Giro yang dilarang syariah adalah yang berdasarkan penghitungan bunga. Dan yang dibolehkan syariah adalah giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah.

Giro wadiah: adalah bentuk simpanan dana milik masyarakat yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan system giro, dan tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Giro Mudharabah adalah bentuk pembiayaan yang menggunakan prinsip mudharabah yang dapat diambil setiap saat dnegan menggunakan cara-cara giro.

Gharar: mengandung arti keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan merugikan orang lain. Gharar yang terbesar adalah tidak adanya kepastian mengenai rincian obyek, cara penyerahan dan cara pembayaran. Dalam transaksi Isalam harus ada itikad baik sehingga tidak boleh ada gharar yang mengakibatkan kerugian akibat adanya itikat tidak baik tersebut.

Hamalah: beban (lihat Kafalah)

Hawalah: transaksi pengalihan kewajiban kepada pihak ketiga atau pengalihan utang piutang.

Hisbah: Institusi yang menjalankan seluruh usaha negara untuk menjamin kesejahteraan, keadilan dan aturan main yang adil dalam seluruh aktifitas kehidupan.

Halal: sesuatu yang dibolehkan oleh Islam

Haram: Sesuatu yang dilarang oleh Islam

Hukum Islam: Hukum yang berdasarkan pada sumber-sumber ajaran Islam

Haul: Batas waktu untuk harta yang diwajibkan zakatnya setelah memenuhi hisab

Investasi: adalah penempatan dana atau harta pada ssesuatu obyek yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang atau pada kegiatan usaha yang diharapkan akan memberikan hasil dimasa mendatang.

Investasi keuangan syariah: dapat berkaitan dengan kegiatan perdagangan atau kegiatan usaha dimana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha yang berkaitan dengan suatu produk atau asset maupun usaha jasa. Namun yang pasti investasi keuangan syariah harus berkaitan dengan kegiatan sector riil (mempunyai underlying asset).

Ijarah yaitu pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa tertentu dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/ upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Ijarah muntahhiyah bittamlik; Sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Ijarah wa iqtina: sewa-beli

Istishna: Kontak produksi (job order); bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kreteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan pembuat ( pembayarannya dilakukan secara menyicil).

Ihtiyath: prinsip kehati-hatian (prudential management)

Imarah: pembangunan

Ijab: pernyataan pihak pertama dalams uatu akad yang menunjukkan kehendaknya untuk melakukan akad.

Ijma': Konsensus hukum yang disepakati oleh para ulama

Jihad: Usaha yang terus menerus tanpa henti

Jihbiz: Praktek perbankan. Berasal dari bahasa Persia yang berarti penagih pajak. Istilah ini mulai dikenal di jaman Mu'awiyah yang ketika itu fungsinya sebagai penagi pajak dan penghitung pajak atas barang dan tanah. Di jaman Abbasiyah Fungsi ini kemudian berkembang menjadi profesi penukaran uang dan berkembang menerima titipan dana, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.

Jahalah: ketidaktahuan

Jumhur ulama: Mayoritas ulama

Kafalah: Pemberian jaminan atau garansi bank (surety bond) . Yaitu jaminan yang diberikan oleh pihak penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul 'anhu; ashil). Kafalah juga disebut dhaman(jaminan), hamalah (beban), dan za'amah (tanggungan).

Kafiil adalah orang yang berkewajiban melakukan makful bihi (pertanggungan). Ia wajib seorang yang baligh, berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam urusann hartanya, rela denagan kafalah( sebab segala urusan hartanya ada ditangannya).

Kafiil disebut juga dhamin (orang yang menjamin), Zaim (penanggung jawab), haamil (orang yang menanggung beban) dan qabil (orang yang menerima).

Kafalah dalam bank garansi: bank bertindak sebagai kafiil yaitu yang memberikan kafalah (garansi) atass nasabahnya kepada pihak ketiga

Kaidah Fiqh: Adagium hokum Islam

Kemaslahatan umat: Manfaat positif yang diperoleh umat Islam

Khianat: Tidak amanah atau tidak memenuhi janji

Lembaga keuangan syariah: lembaga keuangan baik bank atau non bank yang menjalankan fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

La dharara wa la dhirara: tidak saling merugikan

Mal: Harta kekayaan

Muamalah Sar'iyah: Hubungan sosial, termasuk kegiatan ekonomi yang sejalan atau didasarkan pada prinsip-prinsip syariah

Mudharabah: Pembiayaan modal; Kemitraan pasif; yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (mudharib, nasabah) bertindak sebagai pengelola. Dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai dnegan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

Mudharabah Muthlaqah: dalam aqad mudharabah tidak membatasi ruang lingkup, penempatan, atau dengan kata lain mudharib mendapatkan disrectionary right untuk mengelola dana.

Mudharabah Muqayyadah: Mudharabah dengan pembatasan baik dalam hal jenis usaha yang akan dibiayai, jenis instrumen, resiko maupun pembatasan lain yang serupa.

Makfuul bihi: kewajiban seseorang atau pihak yang kemudian mendapatkan jaminan dari pihak lain dalam akad kafalah

Makfuul Lahu: pihak yang dijamin

Makfuul'anhu: lihat keterangan ashiil

Malik: pemilik modal; disebut juga shahib al-maal

Mudharib: Pihak yang melaksanakan usaha mudharabah. Mudharib ini bisa berupa nasabah, lembaga keuangan, manajer investasi dan reksadana, maupun perusahaan bagi perusahaan yang sudah publik (emiten)

Musyarakah: Pemilik modal; Kemitraan aktif. Yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Muqridh: orang yang memberikan qard (utang)

Muqtaridh: nasabah yang mendapatkan utang

Muddi': Orang yang menerima titipan dalam transaksi wadiah

Murabahah: penjualan dengan fasilitas penundaan pembayaran dimana pembeli membayar dengan harga lebih sebagai manfaat dari yang didapatnya. (pembiayaan yang ditambah pembebanan jasa)

Muajjal: pembayaran dnegan cara mencicil

Maysir: menagndung arti memperoleh kekayaan dengan mudah. Maysir yang paling besar adalah dimana keuntungan suatu pihak merupakan kerugian pada pihak lain. Maysir juga bermakna spekulasi murni.

Massuliyah: pengelolaan yang bertanggung jawab

Mafsadat: Kerusakan atau kerugian baik yang bersifat fisik maupun non fisik

Maslahat: kebaikan

Mudarat: Bahaya, kerugian

Muhal: Pihak yang dialihkan piutangnya

Muhal bih: Objek pengalihan, yaitu hutang atau piutangnya

Muhal 'alaih: Pihak yang menerima pengalihan piutang

Muhil: pihak tang melakukan pengalihan utang

Muhtal: identik dnegan Muhal

Muqobil: pihak kedua

Muqaradhah: istilah lain untuk akad mudharabah

Musaqah: Bagi Hasil perkebunan

Mustashni: Orang/ pihak yang melakukan pembelian dalam akad istishna

Mu'alaq: bergantung

Muwalat: Kontrak berdasarkan perwakilan/kuasa

Nisbah: penghitungan

Naqdan: pembayaran secara tunai

Najsy: melakukan penawaran palsu, yakni penawaran atas suatu barang yang dilakukan bukan karena motif untuk membeli tetapi hanya bermotifkan agar pihak lain berani membelinya dengan harga yang tinngi

Nizham Nisab: Ketentuan minimal untuk harta yang diwajibkan zakatnya

Obligasi syariah: Obligasi atau surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip bagi hasil atas manfaat yang diterima. Obligasi syariah dapat pula memberi hak untuk mengalihkan pinjaman menjadi saham bila syarat-syarat tertentu dipenuhi.

Perbankan syariah: salah satu system perbankan di Indonesia yang berlandaskan syariah Islam. Keberadaanya dikukuhkan dalam UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam UU itu disebutkan bahwa perbankan Indonesia terdapat dua system yakni konvensional dan syariah.

Pembiayaan Mudharabah: suatu teknik pembiayaan yang digunakan oleh bank-bank Islam, Bank bertindak sebagai pemilik modal, debitur sebagai pelaksana usaha, Dalam akadnya disepakati nisbah bagi hasil dari usaha itu. Sistem ini dapat digunakan untuk modal kerja maupun investasi untuk membiayai kepemilikan barang maupun usaha jasa.

Pembiayaan Murabahah: adlah suatu teknik pembiayaan yang digunakan oleh bank-bank islam. Biasanya diterapkan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Pembiayaaan ini terdiri dari dua jenis transaksi jual beli yakni (1) bank membeli secara tunai dari penjual. (2) bank menjual barang tersebut secara cicilan. Untuk transaksi secara cicilan maka pembayaran murabahah menjadi ada dua jenis transaksi yakni (1) transaksi dayn (hutang) antara bank dengan debitur, yakni sebesar harga yang belum dibayar lunas (2) transaksi debitur memberikan jaminan atas dayn (hutang) nya tersebut.

Pembiayaan Bai'ul Bi Tsaman Ajil: suatu variasi dari bai'al murabahah. Biasanya diterapkan untuk memenuhi kebutuhan investasi

Pembiayaan musharakah: suatu teknik pembiayaan yang digunakan oleh bank-bank islam. Dua atau lebih pemilik dana secara bersama-sama membiayai ssuatu usaha yang dijalankan oleh pelaksana. Pelaksana dapat terdiri dari salah satu pemilik dana atau orang lain.

Pembiayaan Al Qardul Hasan: adalah produk pinjaman tanpa pengenaan bagi hasil sama sekali dalam bank syariah, Sumber dana yang digunakan untuk memberikan pinjaman ini berasal dari zakat, infak, sadaqah. Bank bertindak sebagai muqridh dan peminjam hanya diminta mengembalikan pokoknya. Jika peminjam secara sukarela melebihkan pembayaran maka akan menjadi sadaqah yang akan digunakan sebagai sumber dana.

Perdagangan/ usaha secara syariah: adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram atau yang lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfaatnya serta menghindari cara perdagangan dan usaha yan dilarang.

Qi'mah: Nilai benda yang menjadi obyek jual beli ;nilai intrinsik

Qabul: menerima

Qiyas: analogi, salah satu dari sumber hokum Islam

Qardhul Hasan, (jamak: Qurud Hasanah): suatu pinjaman kebajikan yang diberikan tanpa harapan keuntungan apapun.

Rahn: gadai atau pengikatan diri untuk menjalankan suatu kewajiban (pledge) dengan memberikan jaminan pembayaran.

Riba: pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan ajaran Islam.

Ribawi: Sifat dari suatu transaksi yang mengandung unsure riba.

Riba fadl: disebut juga riba buyu, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kreteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bin sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin yadin). Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi valas yang tidak dilakukan secara tunai.

Riba Nasi'ah atau riba duyun riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kreteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Riba jenis ini dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan, deposito, giro.

Riba Jahiliyah adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan.

Riayah: pengelolaan yang menerapkan nilai-nilai kerjasama

Reksadana: Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masayarakat pemodal untuk melanjutkan diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

Reksadana syariah: Adalah reksana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta dengan manajer investasi (yakni dengan system wakalah) maupun antara manajerinvestasi sebagai wakil dari pemilik modal dengan pengguna investasi (yakni dengan system mudharabah).

Shahibul Maal: orang yang memberikan dana atau pemilik dana dalam usaha mudharabah dan atau musyarakah. Mereka ini tidak boleh ikut campur dalam kegiatan usaha

Sistem Bagi hasil: adalah sisitem yang diterapkan dalam ekonomi syariah yang menekankan pada pembagian hasil usaha yang besarannya sesuai dengan kesepakatan pihak-pihak yang terkait.

Subhat: meragukan

Salam: transaksi jual beli dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat terlebih dahulu.

Salam pararel: adalah salam yang berkesinambungan antara bank dengan nasabah dan antara bank dnegan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Salam pararel dibolehkan dengan syarat akad kedua terpisah dari akad pertama dan akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

Sharf: jual beli valuta asing ( lihat juga Ash Sharf)

Shani: pembuat, penjual; yakni pihak yang menerima pesanan pembuatan barang dalam akad Istishna

Syariah: Ajaran Islam yang termaktub dalam al-Qur'an dan Al-hadis

Tsaman: Harga suatu barang berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli

Tabungan: Salah satu produk produk perbankan taitu berupa simpanan dana yang penarikannya hanya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati. Tabungan yang tidak dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga. Sedangkan tabungan yang dibenarkan adalah yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

Tabungan Wadiah: simpanan yang bisa diambil kapan saja namun tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian ('athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Tabungan Mudharabah: investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu.

Tafriq al-halal min al-haram: pemisahan unsure yang halal dari yang haram

Taradhin: Prinsi suka sama suka; Ini merupakan prinsip yang harus mendasari seluluh bentuk akad.

Tabarru': Rekening kebajikan dari peserta asuransi untuk peserta lainnya yang terkena musibah

Unit Usaha Syariah: Unit usaha di bank konvensional yang menjalankan fungsinya secara syariah. Bank utamanya tetap bank konvensional namun membuka anak cabang yang dijadikan unit usaha syariah.

Urbun: Uang muka

Wadiah: barang simpanan

Wadiah amanah: konsep wadiah dimana orang yang menitip tidak memberikan hak kepada orang yang dititipkan untuk memanfaatkan baarang titipannya. Dalam duania perbankan konsep ini diterapkan antaar lain pada Safe deposit box. Bank biasanya meminta biaya penitipan.

Wadiah Dhamanah: Konsep wadiah dimana orang yang menitipkan memberikan hak kepada yang dititipi untuk memanfaatkan barang titipannya. Contohnya Giro wadiah, dimana bank tidak meminta biaya penitipan karena boleh memanfaatkan barang titipan. Bank dapat memberikan bonus diakhir bulan yang tidak diperjanjikan dimuka.

Wadi: Orang yang menitipkan dalam transaksi wadiah

Wakalah: pemberian kuasa. ( lihat al wakalah)

Wakalah dalam Pembiayaan Murabahab/Bai'u Bi Tsaman Ajil: dalam perjanjian ini bank menunjuk debitur sebagai wakilnya untuk membeli baarang yang dikehendaki debitur. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan debitur agar mendapatkan barang seperti yang dikehendaki.

Wakalah dalam pengiriamn uang/inkaso: Bank ditunjuk oleh nasabah sebagai wakilnya untuk mengirimkan uang ke tujuan tertentu/ untuk menerima kiriman uang dari tempat tertentu

Wakalah dalam Penerbitan L/C: Bank ditunjuk oleh nasabah sebagai wakilnya untuk membayar/menerima pembayaran serta peng-adminitrasian prose ekspor impor barang didalam satu negara lokal maupun internasional.

Wa'd: janji atau promise (lihat ahd)

Waazi': kekuasaan politik

Yad al-aamanah: Titipan yang dapat diambil kapanpun oleh penitipnya

Za'amah: tanggungan (lihat: kafalah)

Zakaat: Kewajiban yang harus ditunaikan oleh muslim dengan membayarkan sebagian hartanya yang telah memenuhi nisab dan haul

Zakat mal: Zakat harta

Zakat Fitrah: Zakat yang harus dikeluarkan untuk setiap pribadi muslim pada bulan Ramadhan sampai menjelang sholat Idul Fitri

Jenis-Jenis Bank di Indonesia

Lukman (2003) menyatakan bahwa ada 4 jenis bank di indonesia, yakni:

1. Dilihat dari fungsinya, bank dibagi menjadi:
a. Bank Umum, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

b. Bank Perkreditan Rakyat, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah, tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

2. Dilihat dari kepemilikan, bank dibagi menjadi :
a. Bank Milik Negara (BUMN), yakni bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah

b. Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD), yakni bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah, sehingga keuntungan bank dimiliki oleh Pemerintah Daerah

c. Bank Milik Koperasi, yakni bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi

d. Bank Milik Swasta Nasional, yakni bank yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Swasta Nasional, akte pendiriannya didirikan oleh swasta dan pembagian penuh untuk keuntungan swasta pula

e. Bank Milik Asing, yakni cabang dari bank yang ada di Luar Negeri baik milik swasta asing atau pemerintah asing

f. Bank Milik Campuran, yakni bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional

3. Dilihat dari status, bank dibagi menjadi:
a. Bank Devisa, yakni bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan

b. Bank Non Devisa, yakni bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi

4. Dilihat dari penentuan harga, bank dibagi menjadi :
a. Bank Konvensional, yakni bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya menggunakan metode penetapan bunga, sebagai harga untuk produk simpanan demikian juga dengan produk pinjamannya

b. Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah, yakni bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga berdasarkan prinsip syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atau barang yang disewa dari pihak bank kepada pihak penyewa (ijarah wa igtina). 
Penulis : Rudiasa, SE

Alamat Bank Syariah di Kota Malang

Berikut merupakan alamat kantor cabang dari berbagai bank syariah yang ada di kota malang,

1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Kantor Cabang Malang
Jl. Kawi Atas 36A, Malang Telp. 0341-556020 Fax. 0341-556 019

Kantor Kas Batu
Jl. Agus Salim, Kav 1, Batu Telp. 0341-592544 Fax. 0341-592543

Kantor Kas Kepanjen
Jl. Kawi 16, Kepanjen Telp. 0341-393800

2. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah
Kantor Cabang Malang
Jl. Kawi 37, Malang Telp. 0341-347926/5, 365269

KCP Kepanjen
Jl. P. Sudirman 10 B, Kepanjen Telp. 0341-397021/23

KCP Pakis
Jl. Raya Pakis Kembar 78 C, Pakis Telp. 0341-793838

KCP Lawang
Komplek Ruko Lawang View Kav.8, Lawang Telp. 0341-420881

KCP Bululawang
Bululawang Utara RT.15 RW.4, Bululawang Telp. 0341-832121

KCP Turen
Jl. Panglima Sudirman 124 A, Turen Telp. 0341-825400

3. Bank Nasional Indonesia (BNI) Syariah
Kantor Cabang Malang
Jl. Jaksa Agung Suprapto 48, Malang Telp. 0341-359129, 359130 Fax. 0341-359128

KCP Malang Kota
Jl. Gatot Subroto 116, Malang

KCP Batu
Jl. Panglima Sudirman 56, Batu Telp. 0341-595147

KCP Kepanjen
Jl. Jendral Ahmad Yani 31, Kepanjen Telp. 0341-391091

4. Bank Mandiri Syariah
Kantor Cabang Malang
Jl. Basuki Rachmad 8 Kayutangan, Malang Telp. 0341-362122

KCP Kepanjen
Jl. Ahmad Yani 103 B, Kepanjen Telp. 0341-326049, 396093

KCP Batu
Jl. Diponegoro 48 Kota Batu Telp. 0341-5025550/51

Kantor Kas Malang Suhat
Jl. Raya Sukarno Hatta Kav 5D/400, Malang

Kantor Kas Malang Dinoyo
Jl. Tlogomas10, Dinoyo, Malang Telp. 0341-552700, 5707212, 570710

KCP Malang Tumpang
Jl. Raya Kauman 604 G-604 H, Tumpang Telp. 0341-789496, 789497

KCP Malang Singosari
Ruko Puri Kendedes A2-1, Jl. Raya Mondoroko (Jl. Raya Singosari) Telp. 0341-451511, 451220

KCP Malang Turen
Jl. Panglima Sudirman 8, Turen Telp. 0341-827111

5. Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah
KCS Malang
Jl. Bandung 40, Penanggungan, Malang Telp. 0341-578888 Fax. 0341-579777

6. Bank Panin Syariah
Kantor Cabang Malang
Jl. Mgr. Sugiopranoto 7, Malang Telp. 0341-361383 Fax. 0341-361861

7. Bank Mega Syariah
Kantor Cabang Malang
Jl. Kertanegara 5, Malang Telp. 0341-320528 Fax. 0341-320529

KCP Tumpang
Jl. Raya Tumpang 287, Tumpang Telp. 0341-788199

KCP Singosari
Jl. Raya Singosari 55, Singosari Telp. 0341-454000

KCP Batu
Jl. Dewi Sartika, I/44, Batu Telp. 0341-592520 Fax. 0341-591906

KCP Bululawang
Jl. Raya Wandanpuro Bululawang

Penulis : Rudiasa, SE

August 16, 2014

Pembiayaan Bagi Hasil di Bank Syariah

Menurut Veithzal dan Arviyan (2010:681), pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang sudah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Siamat (2005:31) menyatakan bahwa penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan yang mendominasi pengalokasian dana di bank syariah. Penggunaannya mencapai 70% - 80% dari volume usaha bank syariah. Oleh sebab itu, sumber pendapatan utama bank syariah berasal dari transaksi penyaluran pembiayaan, baik dalam bentuk mark up, bagi hasil, maupun pendapatan sewa.

Menurut Karim (2010:231), jenis-jenis pembiayaan syariah menurut tujuannya dibedakan menjadi 3, yakni pembiayaan modal kerja syariah, pembiayaan investasi syariah, dan pembiayaan konsumtif syariah. Akad atau prinsip yang menjadi dasar operasional bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan dibedakan menjadi 4 macam, yaitu prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna), prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip sewa (ijarah dan ijarah muntahhiyah bittamlik), dan akad pelengkap (hiwalah, rahn, qardh, wakalah, dan kafalah). Akad yang banyak digunakan dalam pembiayaan jual beli ialah murabahah, salam dan istishna’. Sementara pada prinsip bagi hasil ialah mudharabah dan musyarakah (Wangsawidjaja, 2012:192).

Menurut Antonio (2001:90), pembiayaan bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Namun demikian, prinsip yang diterapkan di Indonesia ialah musyarakah dan mudharabah.

Pembiayaan Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Karim (2010:102) menyatakan bahwa musyarakah merupakan semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Transaksi musyarakah dilandasi dengan adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), ingangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness), dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

Manfaat pembiayaan musyarakah bagi bank syariah ialah bank dapat memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil yang sesuai dengan pendapatan usaha yang dikelola mudharib. Bagi nasabah, pembiayaan ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan modal usaha guna mengembangkan usahanya melalui sistem kemitraan dengan bank syariah. Ada beberapa resiko dalam pembiayaan ini. Pertama, terdapat risiko pembiayaan (credit risk) jika nasabah melakukan wanprestasi. Kedua, risiko pasar yang disebabkan karena pergerakan nilai tukar jika pembiayaan ini diberikan dalam bantuk valuta asing. Ketiga, bank juga menanggung risiko operasional yang disebabkan oleh internal fraud, diantaranya pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak, kesalahan, dan manipulasi dalam pelaporan catatan akuntansi (Wangsawidjaja, 2012:199)

Aplikasi pembiayaan ini ialah pembiayaan proyek dan modal ventura (Antonio, 2001:93). Pembiayaan Proyek biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Kemudian untuk modal ventura, penanaman modal dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

Pembiayaan Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana (IAI, 2002: Paragraf 7).

Pada pembiayaan mudharabah, bank syariah bertindak sebagai pemilik dana yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja. Sementara nasabah bertindak sebagai pengelola dana dalam kegiatan usahanya. Bank syariah memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam mengelola usaha tersebut. Pengawasan itu bisa dilakukan dengan melihat bukti-bukti laporan usaha yang bisa dipertanggungjawabkan. Pembagian hasil usaha dinyatakan dalam bentuk nisbah yang sudah disepakati. Nisbah ini tidak bisa dirubah, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. Pembiayaan mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan barang. Ketika modal yang diberikan dalam bentuk uang maka nominalnya harus dicatat dengan jelas, dan ketika modal yang diberikan dalam bentuk barang maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan jumlahnya dinyatakan dengan jelas. Pengembalian pembiayaan mudharabah dilakukan dalam dua cara, yakni secara angsuran dan sekaligus pada akhir periode. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana yang diserati dengan bukti pendukung (Wangsawidjaja, 2012:193).

Mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenaai tempat, cara, dan obyek investasinya (IAI, 2002:Paragraf 8).

Daftar Rujukan
-Rivai,Veithzal dan Arifin, Arviyan. 2010. ISLAMIC BANKING:Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global . Jakarta: PT. Bumi Askara
-Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan (Edisi Kelima). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
-Karim, Adiwarman A. 2010. Bank Islam :Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi 4). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
-Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
-Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press


Sistem Bagi Hasil di Bank Syariah

Operasional bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Menurut Veithzal dan Arviyan (2010:800), bagi hasil merupakan suatu mekenisme yang dilakukan oleh bank syariah (mudharib) dalam upaya memperoleh hasil dan membagikannya kembali kepada para pemilik dana (shahibul maal) sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama di awal. Prinsip bagi hasil memiliki karakteristik Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Prinsip ini mengharuskan pemanfaatan dana untuk digunakan dalam usaha produktif. Produk pembiayaan yang menggunakan prinsip ini ialah mudharabah dan musyarakah.
Menurut Tarsidin (2010:20), dasar perhitungan pendapatan bagi hasil untuk masing-masing pihak dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Profit Sharing, dasar perhitungannya adalah profit yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan. Profit merupakan selisih antara penjualan/pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha, baik berupa harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi.
2. Gross Profit Sharing, dasar perhitungannya adalah gross profit (laba kotor), yakni penjualan atau pendapatan usaha dikurangi dengan harga pokok penjualan/biaya produksi. Dengan skema ini, pihak-pihak yang berkontrak tidak menghadapi kepastian di sisi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi.
3. Revenue Sharing, dasar perhitungannya adalah penjualan/pendapatan usaha. Dalam hal ini pemilik dana hanya menghadapi kepastian atas tinggi rendahnya penjualan/pendapatan usaha dan tidak menghadapi ketidakpastian atas biaya-biaya usaha (harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan,biaya umum, dan administrasi).

Daftar Rujukan
-Tarsidin. 2010. Bagi Hasil: Konsep dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
-Rivai,Veithzal dan Arifin, Arviyan. 2010. ISLAMIC BANKING:Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global . Jakarta: PT. Bumi Askara

Produk dan Jasa Bank Syariah

Menurut Karim (2010: 97), bank syariah memiliki 3 produk dan jasa, yakni:
1. Penyaluran Dana (Financing)
Secara garis besar produk pembiayaan dana terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
a. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli (Ba’i), Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank syariah ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada prinsip jual beli objek transaksinya ialah barang, namun pada ijarah objek transaksinya ialah jasa. Pada akhir masa sewa, bank bisa menjual barang yang disewakan kepada nasabah. oleh karena itu dalam perbankan syariah dikenal istilah ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati di awal.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Syirkah). Prinsip bagi hasil dilandasi karena adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Bentuk umum dari akad ini ialah akad mudharabah dan musyarakah.
d. Pembiayaan dengan Akad pelengkap. Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, bisanya bank juga memerlukan akad pelengkap. Akad ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk mempermudah pelakasanaan pembiayaan. Meskipun tidak untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini Bank diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

2. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana di bank syariah berupa giro, tabungan, dan deposito. Sementara Prinsip yang diterapkan berupa prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah. Prinsip wadi’ah yang diterapkan di bank syariah ialah wadi’ah yad dhamanah. Prinsip ini diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Prinsip wadi’ah amanah ialah harta titipan yang tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Sementara itu, dalam akad wadi’ah dhamanah pihak bank bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan, sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
b. Prinsip Mudharabah. Penyimpan atau deposan dalam prinsip mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Dana dari prinsip ini digunakan untuk mendanai pembiayaan dalam bentuk sewa, jual beli, maupun bagi hasil. Berdasarkan kewenangan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu mudharabah mutlaqah (unrestricted invesment account) dan mudharabah muqayyadah (restricted invesment account). Dalam mudharabah mutlaqah tidak ada batasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah ada batasan dalam menggunakan dana tersebut.

3. Jasa Perbankan
Selain berfungsi sebagai lembaga intermediasi, bank syariah juga dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain:
a. Sharf (jual beli valuta asing), jual beli mata uang yang tidak sejenis, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
b. Ijarah (sewa), Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dalam akad tersebut

Daftar Rujukan
-Karim, Adiwarman A. 2010. Bank Islam :Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi 4). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Pengertian Bank Syariah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Wangsawidjaja (2012:16) menambahkan bahwa dalam kegiatan usahanya, bank syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, yakni tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. 
Bank syariah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut penelitian Maisaroh dan Sumiati (2011), hal itu disebabkan oleh, Pertama, banyak bank konvensional yang menggunakan sistem bunga sebagai dasar operasinya mengalami ketidakseimbangan laporan keuangan, atau antara transaksi tabungan dan pembiayaan yang dilakukan perusahaan. Kondisi ini membawa perusahaan pada tingkat kerugian yang terus menerus, bahkan pada kondisi yang paling buruk banyak bank yang dilikuidasi karena sudah tidak mampu beroperasi lagi. Sementara di sisi lain bank syariah semakin baik dalam melangkah dan meraup keuntungan yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Kedua, ada kecenderungan dari kelompok masyarakat tertentu (Islam) yang mulai berfikir untuk menerapkan pola hidup yang sesuai dengan syariah Islam, termasuk dalam hal perekonomian. Sehingga ketika bank syariah mulai berkembang dan masyarakat bisa mendapat akses yang mudah untuk menjangkaunya, maka kelompok ini dengan kesadaran sendiri mulai memindahkan transaksi dana (baik menyimpan atau meminjam) mereka dari bank konvensional menuju bank syariah. Ketiga, adanya perhatian lebih dari Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter. Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya UU yang menjadi landasan operasional bank syariah, serta dibentuknya tim penelitian dan pengembangan bank syariah yang menjadi pendukung kesuksesan operasional bank syariah. 
Fungsi bank syariah dan bank konvensional ialah sama, yakni sebagai lembaga perantara (intermediary institution). Tujuan dari kedua bank tersebut juga sama, yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dan pemerataan kesejahteraan. Biarpun keduanya memiliki kesamaan dalam hal fungsi dan tujuan, namun ada perbedaan yang mencolok diantara keduanya, yakni dalam hal operasional. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dan risiko sementara bank konvensional menggunakan sistem bunga. Menurut Antonio (2001:34), berikut perbedaan bank syariah dengan bank konvensional, 
Bank Syariah : 
1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja 
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa 
3. Profit dan falah oriented 
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan 
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah 
Bank Konvensional 
1. Investasi yang halal dan haram 
2. Memakai perangkat bunga 
3. Profit oriented 
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitor dan kreditor 
5. Tidak ada dewan seperti yang ada di bank syariah 
 
Daftar Rujukan, 
-Bank Indonesia. 1998.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Jakarta: Bank Indonesia.(http://www.bi.go.id) 
-Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 
-Maisaroh dan Sumiati, Ati. 2011. Tantangan dan Peluang Perbankan Syariah dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah untuk Memperkuat Kesejahteraan Umat (online). Jurnal Ilmiah, Vol IX, hal 133-145
-Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press