RSS
Facebook
Twitter

Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

August 27, 2014

Engkaulah Tulang Rusukku, sayang..

Keluarga itu sungguh bahagia, sang suami bernama Rizki dan sang istri bernama Riza. Kala itu Riza bertanya kepada suaminya, “Sayang, menurut kamu, aku ini siapa?”

Sang suami pun menjawab, “kamu ialah tulang rusukku yang dulu hilang, alhamdulillah sekarang sudah aku temukan”

“Sayang, maaf ya kalau aku suka minta yang aneh-aneh. Jujur, aku ingin dimanja, mangkaknya aku kayak gitu. aku sayang sama kamu!”, ucap Riza

Sang suami pun menimpali, “Aku juga sayang sama kamu, aku juga minta maaf kalau sering membuat kamu kecewa, terutama tentang yang kemarin, yang aku mencela makanan buatan kamu”

Akhirnya mereka pun tidur dengan nyenyaknya..

Waktu pun berlalu begitu cepatnya. Detik berganti menjadi menit. Menit berubah menjadi jam. Jam berubah menjadi hari. Hari pun berkejaran menjadi minggu. Minggu pun juga berkejaran menjadi bulan. Dan bulan pun berubah menjadi tahun..

Rizki dan istrinya kembali disibukkan dalam urusan dunia. Mereka disibukkan oleh urusan mereka masing-masing. Suaminya sibuk kerja hingga pulang larut malam. Istrinya pun sibuk dengan organisasinya.. 

Kala itu, terjadilah pertengkaran hebat. Pertengkaran yang sesungguhnya disebabkan karena hal sepele. Namun karana cinta sudah mulai pudar, dan amarah pun sudah memuncak, hingga pertengkaran itu pun terlihat semakin memanas..

Di akhir pertangkaran, Riza berkata kepada suaminya, “kamu sudah ndak cinta aku lagi!”

Yang mana pada saat itu ia sudah berada di luar rumah dan hendak meninggalkan rumah..

Si suami masih terbakar api kebencian kepada istrinya, hingga ia pun berkata, “Aku menyesali pernikahan ini, ternyata kamu bukan tulang rusukku!”

Tiba-tiba Riza terdiam, jantungnya berhenti untuk beberapa saat karena syok mendengar pernyataan suaminya yang dulu sangat dicintainya..

Sang suami sadar kalau berkata salah. Dia menyesali pernyataannya, namun nasi sudah menjadi bubur, dan tak mungkin bisa kembali lagi..

Sambil berlinang air mata, Riza pun kembali ke rumah untuk mengambil barang-barangnya dan bertekad untuk berpisah..

“Kalau aku bukan tulang rusuk kamu, biarkan aku pergi”, ujarnya

Dan mereka pun bercerai..

Lima tahun berlalu..

Si Rizki masih belum menikah. Ia masih berupaya mencari kabar tantang Riza. Ada kabar yang menyatakan bahwa Riza pernah ke luar negeri, namun ia sudah kembali ke Indonesia. Dari kabar yang sama, ternyata Riza pernah menikah dengan orang bule dan sudah bercerai. Rizki sangat kecewa mendengar kabar itu, namun ia tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menyesali apa yang sudah ia perbuat..

Kala itu, mereka dipertemukan di sebuah bandara Internasional yang berada di Jakarta. Namun sayang, pertemuan mereka dipisahkan oleh dinding pembatas yang terbuat dari kaca..

“Apa kabar?”, sapa Rizki

“Baik”, jawabnya singkat

“kamu sudah menemukan tulang rusuk kamu yang hilang?”, tanya Riza

Sambil tertunduk, Rizki pun menjawab, “Belum”

“Oya, aku akan terbang ke New York di penerbangan berikutnya. Aku akan kembali 2 minggu lagi. Teleon aku ya kalau ada waktu?, oya nomor teleponku masih sama, tak berubah..”, ucap Riza sambil tersenyum

Hingga ia pun berucap, “Selamat tinggal Rizki”

Tiga jam setelahnya, Rizki menerima kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Riza terjatuh dan semua penumpang dinyatakan tewas. Rizki menangis sejadi-jadinya. Dia menyesali semua yang sudah ia perbuat, terutama ketika ia mengatakan, “kamu bukan tulang rusukku!”. Ia sadar bahwa sesungguhnya tulang rusuknya yang hilang ialah Riza, istrinya dulu..

Penyesalan selalu datang di hari esok, jadi mari kita jaga mulut kita agar tidak sampai melukai orang-orang yang paling kita cintai, terutama istri atau suami kita..

Buat yang sudah menikah, semoga bisa bermanfaat..

Buat yang belum menikah, selamat mencari “tulang rusuk” kalian yang masih hilang..

Ingat selalu pesan Rasul kita dalam mencari tulang rusuk yang hilang, yakni “Perempuan itu dinikahi atas empat perkara; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Jadi utamakanlah menikahi perempuan yang mempunyai dasar agama, maka kamu akan mendapatkan keuntungan” (HR. Muslim dari jalan sahabat Abu Hurairah RA)

Penulis : Rudiasa, S.E

January 16, 2013

I’m Muslim Studi



Namaku ialah Muslim Studi. Aku lahir 18 tahun yang lalu di Universitas Negeri Malang, tepatnya di Fakultas Ekonomi. ketika awal kelahiranku, aku masih binggung tentang apa yang harus aku lakukan. Tetapi seiring bergantinya musim kemarau menjadi musim hujan aku sadar bahwasanya tugasku ialah menyampaikan kebaikan kepada orang lain. Alhamdulillah aku diberi kemudahan untuk mempelajari agama islam, sehingga kebaikan yang aku sebarkan ialah tentang kebaikan yang ada dalam agama islam.

Sekarang ini aku masih menganggur. Kerjaanku hanya menonton teve sambil menikmati lezatnya Kripik Singkong. Di samping itu, terkadang aku juga berselancar di dunia maya untuk melihat hal-hal baru, terutama perkembangan tentang agama islam. Tak jarang pula aku bersepeda mengelilingi kampus Universitas Negeri Malang untuk menjaga kesehatanku. Aku sangat perduli dengan kesehatan. Menurutku dengan mempunyai tubuh yang sehat aku bisa lebih mudah untuk menyampaikan kebaikan kepada orang lain. Untuk itulah aku tidak merokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol, tidak menghisap ganja, dan tidak mengkonsumsi narkoba.

Dua minggu lagi insya allah aku sudah mulai melakukan kegiatan di tahun 2013. Aku mempunyai lima anak. Empat laki-laki dan satu perempuan. Keempat anak laki-lakiku bernama HRD, PR, ICON, dan PRODIKSUH. Sedangkan satu anak perempuanku bernama MD.

“Assalamualaikum ayah, wah mentang-mentang belum ada aktivitas jadi enak-enakan nonton teve sambil ngemil”, sapa si MD yang baru pulang dari mengikuti kajian Kemuslimahan di Universitas Brwaijaya.

“walaikumsalam cantik. mumpung ada waktu kosong, jadi ayah mencoba untuk bersantai. Tumben baru pulang?, gimana tadi acaranya?, balasku sambil meminum jus jeruk yang aku buat tadi pagi.

“luar biasa ayah acaranya, ayah besok harus membuat acara seperti itu”, jawabnya penuh semangat

“insya allah, yang jadi ketua pelaksananya kamu ya? Nanti biar dibantu sama si PR, dan HRD”, timpalku

“siep yah, ya sudah aku mau istirahat dulu”, jawabnya

aku sangat menyayangi mereka. si HRD, dia sangat suka mengajak orang untuk dijadikan penerusnya. dia mempunyai satu kegiatan rutin pada hari Selasa. Kegiatan itu bernama Kajian Islam Selasa Sore (KISS). Anakku yang lain suka sekali dengan ekonomi islam, dia ialah ICON. Keseharian dia selain membantuku dirumah, dia juga mengkaji tentang ekonomi islam dengan kakak kelasnya yang bernama FoSSEI. Sering juga dia diajak si FoSSEI ke luar kota untuk mengkaji ekonomi islam bersama. Tahun lalu dia diajak si FoSSEI ke Universitas Pendidikan Indonesia untuk mengikuti Konferensi Internasional tentang Ekonomi Islam dan Musyawarah Nasional. Anakku yang ketiga bernama PR, si PR ini suka sekali mempromosikan diriku kepada orang lain. Entah itu lewat dunia maya ataupun lewat dunia nyata. Si PR mempunyai ruang pameran yang bernama “Mading dan Website”. melalui ruang inilah segala aktivitasku diberitahukan kepada orang lain, terutama kegiatan-kegiatan besar yang aku lakukan. Anak laki-lakiku yang terakhir, dia sangat suka mengajar orang lain. Dia juga sangat suka menyantuni anak-anak yatim piatu yang ada di Kota Malang, namanya ialah PRODIKSUH. Si PRODIKSUH ini mempunyai 1 acara tahunan yang dilakukan ketika bulan Ramadhan. Acara itu bernama GRC (Gebyar Ramadhan ceria). Ketika aku tidak sibuk, aku biasanya ikut meramaikan acara ini. Si MD, ini satu-satunya anak perempuanku. Dia sangat solehan, sangat cantik, sangat angun, sangat pintar, dan sangat baik, 1 lagi sangat pintar memasak. Kegiatan anakku yang satu ini tidak pernah lepas dari dunia wanita. Segala tentang wanita dikupas habis oleh anakku dan teman-temannya. Yang paling aku banggakan dari dia ialah dia bisa menjaga tubuhnya dari orang-orang yang belum menjadi suaminya. Jadi insya allah dia masih suci, sesuci air zam-zam yang selalu dibawa pulang oleh jamaah haji Indonesia ketika mereka baru pulang dari melakukan ibadah haji dan umrah.

Di rak buku dekat meja makan, tampak Si ICON sedang sibuk memilah-milah barisan buku. Entah buku apa yang dicarinya.

“sore ICON, lagi mencari buku apa? Ayah lihat kok kelihatannya butuh sekali dengan buku itu.” Sapaku

“aku lagi cari buku tentang Bank Syariah tulisan Pak Adiwarman A. Karim. Ayah tahu dimana buku itu?” tanyanya

“Ooh buku itu, kebetulan kemarin ketika kamu sedang ke Universitas Muhammadiyah Malang, sahabatmu, si CIES datang kesini dan ingin meminjamnya. Berhubung kamu belum pulang ya sudah ayah suruh bawa buku itu. Kenapa kamu mencari buku itu?”, tanyaku

“gini ayah, beberapa bulan lagi aku akan mengikuti Temu Ilmiah Nasional di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Jadi mulai sekarang aku harus mempelajari tentang bank syariah karena materi itu nanti akan diujikan ketika dilaksanakannya TEMILNAS. Ya sudah kalau gitu, nanti biar aku yang mengambil bukunya ke CIES. Oya si PR, HRD, sama si PRODIKSUH kemana yah? Kok tidak kelihatan dari tadi.” Tanya dia sambil merapikan buku yang berantakan

“mereka sedang berkemah di Pulau Sempu, besok sore baru pulang. Ya sudah kamu ndang mandi. Setelah itu anterin ayah beli buku di Gramedia MATOS”, responku

“ok yah”, jawabnya

Aku sadar bahwasanya untuk menjadi yang terbaik itu sulit. Tetapi sekarang ini aku sedang berupaya untuk menuju kesana. dengan profesionalisme yang dimiliki anak-anakku dan dukungan dari teman-temanku seperti FoSSEI, FSLDK, SERUNI, dan LDF lainnya aku percaya suatu saat nanti bisa mendaki gunung tertinggi yang ada di Jepang, Gunung Fujiyama dan menancapkan benderaku, bendera Universitas Negeri Malang, dan bendera Republik Indonesia di puncak Gunung itu.

Penulis : Rudiasa

December 17, 2012

Bidadariku yang Manja


“kanda bangun, sudah subuh, ayo sholat subuh berjamaah?” bidadariku membangunkanku dari tidur yang begitu nyenyak. Wajah ovalnya begitu cantik, matanya begitu indah, dan suaranya begitu merdu. Begitu indah untuk dipandang. Aku bersyukur diberi bidadari secantik ini oleh-Nya.

“Ya Allah semoga cintaku ini hanya untuk dia”, do’aku dalam hati

Aku lantas bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Kulihat bidadariku sedang mempersiapkan perlengkapan sholat di dekat meja belajar. Dinginnya air Pegunungan Panderman langsung membuat rasa kantukku sirna. Tak lama setelah itu kami mengobrol dengan Allah sambil ditemani dengan dinginnya udara pagi dan merdunya suara beberapa ayam.

Pagi ini aku ingin bermain Badminton bersama bidadariku. Sambil menikmati indahnya panorama pagi kawasan gunung Panderman.

“dinda pagi ini ada kajian kemuslimahan di Surau Ar Rahman atau tidak?” tanyaku pada bidadariku yang sedang membuatkanku secangkir teh hangat.

“tidak ada kanda, kebetulan pagi ini ukhti farah sedang ke Surabaya menjenguk adiknya yang sakit, jadi kajiannya diliburkan.” Jawab bidadariku sambil memberiku secangkir teh hangat.

“ada apa kanda, Pingin berdua-duaan terus ya dengan dinda??, sudah ngaku aja, tidak perlu malu.” Canda bidadariku sambil duduk didekatku (pagi ini begitu dingin)

Akupun tersenyum dan menjawab, “dinda ini tahu saja, sudah lama kanda tidak berpacaran dengan bidadari secantik dinda, beruntung kita sudah menikah, jadi kita bisa selalu bersama”

Bidadariku hanya tersenyum mendengarnya. “ya Allah lagi-lagi senyum bidadariku ini begitu indah” gimanku dalam hati

“dinda olehraga yuk pagi ini, main Badminton di lapangan dekat Posyandu sambil menikmati sejuknya udara pagi, gimana?” ajakku

“dinda tidak bisa bermain badminton kanda, gimana kalau kita jalan-jalan ke lereng gunung panderman saja, nanti pulangnya kita mampir ke warung soto ayamnya pak wardi, sudah lama dinda tidak makan soto. Mau kan kanda???” rengek bidadariku sambil memelukku

Kukecup keningnya dan kubilang, “dinda, kanda sayang sekali dengan dinda!”

“dinda juga sayang dengan kanda, sayang sekali!, dinda ingin cinta kanda hanya untuk dinda, mau kan???, jangan membaginya ke akhwat yang lain ya??” ucap bidadariku sambil mengeluarkan air mata

Ketika itu suasana begitu romantis, dinginnya udara pagi tidak mampu melunturkan kemesraan yang kami lakukan.

“dindaku sayang, insya allah cinta kanda hanya untuk dinda, mungkin di kampus sana banyak akhwat yang lebih baik dari dinda, tapi insya allah cinta ini hanya untuk dinda, kanda bersyukur diberi bidadari secantik dinda” jawabku sambil memeluknya lebih erat dan mengusap air matanya yang hampir jatuh

“dinda takut kanda, kan dalam islam diperbolehkan berpoligami, dinda takut kalau kanda melakukan itu, dinda tidak rela kalau itu sampai terjadi di kehidupan kita”, ucap bidadariku lagi

“iya dinda, kanda paham ketakutan dinda. Memang pilogami diperbolehkan dalam islam, tetapi dalam poligami itu harus bisa berlaku adil, kalau belum bisa adil berarti belum boleh berpoligami, karena itu akan melukai hati banyak orang, terutama istri-istri mereka. seandainya dinda mengizinkan kanda untuk berpoligami insya allah kanda akan menolaknya, kanda hanya ingin menjalani sisa hidup ini hanya bersama dinda.” jelasku untuk menenangkan hatinya

Tangis bidadariku mulai berhenti setelah mendengar penjelasan sigkatku tentang poligami.

“kanda benar memang kata Ustad Ridwan, kalau orang baik pasti bersama dengan orang yang baik juga. begitupun orang setia, insya allah dia akan bersama orang yang setia juga” ucap bidadariku

“iya dinda, insya allah memang seperti itu, sudah jangan menangis, ayo kita sekarang jalan-jalan ke lereng gunung panderman” ajakku

Bidadariku tidak menjawab, dia hanya mengangguk saja.

Ketika kubuka pintu istana kecilku, aku langsung disuguhi indahnya bunga yang berwarna-warni. bunga-bunga ini ditanam bidadariku ketika dulu baru menikah. Bunga-bunga ini tertata rapi. Serapi barisan orang yang sedang sholat berjamaah di Masjidil haram, berporos pada satu tempat, yakni air mancur yang kubeli ketika buku cerpen pertamaku diterima penerbit asal surabaya.

“Assalamualaikum mas sigit, mbak hesti”, sapa arman, tetangga sebelah rumahku yang ingin pergi ke ladang.

“walaikumsalam”, jawab kami berdua

Akupun menambahi, “pagi-pagi sudah berangkat mas, mau panen ya?”

“iya mas, padi milik abah hari ini mau dipanen, jadi aku harus mempersiapkan semuanya terlebih dahulu, mau kemana mas, kok tumben tidak pakai sarung?”(kebiasaanku ketika pagi sering pakai sarung, kali ini aku memakai celana olahraga). tanya si arman sambil bersiap-siap mengayuh sepeda buntutnya

“ini mau jalan-jalan dengan istriku ke lereng gunung panderman, kebetulan kajian rutin dia pagi ini libur”, jawabku

“oh gitu, ya sudah mas aku pamit ke ladang dulu, assalamualaikum”, timpal si arman

“semoga panennya dapat banyak mas, walaikumsalam” jawabku

Arman merupakan salah satu pemuda yang luar biasa di kampungku. Umurnya masih 20 tahun, tetapi sholat berjamaah dia sungguh luar biasa terjaga. Setelah maghrib, dia juga selalu menyempatkan waktunya untuk mengikuti kajian tafsir kyai mustofa di surau Ar Rahman bersamaku. Selain itu, dia juga sangat giat membantu abahnya dalam melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya megurusi sawah milik abahnya yang ada di ujung kampungku.

“dinda sudah siap?” tanyaku

“dinda belum siap kanda, soalnya belum mendapat ciuman mesra di kening dari orang yang paling dinda cintai” canda bidadariku sambil membenarkan kerudungnya yang belum rapi.

Tanpa komando dua kali aku kecup keningnya dan berkata, “sudah kan cantik? Bidadariku ini manja sekali pagi ini, kanda jadi tambah sayang!”

“kanda setiap pagi dinda ingin dikecup seperti ini, mau kan melakukannya untuk dinda??” renggek bidadariku yang masih ingin menggodaku

Kupegang tangan lembutnya dan aku berkata, “orang mana yang menolak untuk mengecup kening bidadari secantik dinda?, semoga Allah memberkahi pernikahan kita agar kanda bisa terus melakukan ini setiap pagi untuk dinda”

“amin, ya sudah ayo berangkat” ajak bidadariku
Penulis : Rudiasa

November 20, 2012

Mata Kuliah itu Meruntuhkan Semangatku

(Cerpen) Siang itu aku sedang berdiskusi dengan teman-temanku di kelas dan didampingi oleh dosen yang sangat menyenangkan. Kami berdiskusi mengenai etika dan lingkungan yang ada dalam dunia bisnis. Berbagai argumen keluar begitu saja seperti air hujan yang mencari hilir. Aku tahu ini masih proses belajar, jadi pasti argumen yang muncul ada salahnya. Bagiku tidak masalah benar atau salah, yang penting bisa ikut menyumbangkan suara dalam diskusi itu. Suasana bertambah menyenangkan ketika dosenku meluruskan berbagai agrumen yang keluar. Beliau begitu bijak dalam mengomentari setiap argumen yang keluar dari mulut kami. Beliau tidak pernah menyalahkan argumen si A dan si B. Beliau sadar bahwasanya etika itu sifatnya subjektif, jadi setiap pribadi pasti berbeda dalam memandang sebuah permasalahan yang terjadi. 

Ketika masih asyik berdiskusi, hujan menumpahkan isi hatinya dalam bentuk air. Awalnya masih malu-malu karena air yang ditumpahkan sedikit. Aku sempat menengok ke jendela dan berkata dalam hati, “terima kasih Allah engkau telah menurunkan rezekiMu”. Entah kenapa aku sangat senang dengan hujan. Banyak sekali alasan yang bisa aku ucapkan, salah satunya aroma hujan yang sangat khas, yakni kedamaian. Terkadang aku merasan iri dengan hujan. Dia bisa membuat orang lain tersenyum dengan segarnya air yang ia tumpahkan, dia bisa menyegarkan berbagai makhluk ciptaan Allah, dan dia juga bisa mengobati berbagai tumbuhan dan tanaman yang sedang sakit. Aku? Aku belum bisa melakukan itu semua. Aku belum bisa membuat orang lain tertawa terbahak-bahak dengan ucapan dan tingkah lakuku dan aku juga belum bisa menyembuhkan orang lain dengan nasehat-nasehatku. 

Sang waktu telah menunjukkan jam 15.30, itu tandanya kelas berikutnya telah menanti untuk disingahi. kuintip dari celah cendela ternyata hujan masih menumpahkan isi hatinya. Dia sudah tidak malu karena air yang ia tumpahkan begitu banyak. Aku melihat dari kejauhan banyak mahasiswa yang berlarian kesana kemari. Entah apa yang mereka tuju. Mungkin tidak mau telah mengikuti perkuliahan, mungkin sudah ingin memanjakan perut di kost, mungkin sudah ditunggu kekasihnya di ujung jalan sana, mungkin ingin basah-basahan, atau mungkin ingin diperhatikan orang lain. Aku berjalan keluar dengan teman baikku. Ketika itu aku melihat teman-teman sekelasku sudah berlarian ke gedung seberang. Pakaian mereka tampak basah karena hujan pada saat itu masih sangat lebat. Aku beranggapan mereka melakukan itu karena takut telat di perkuliahan selanjutnya. Tak selang berapa lama akupun mengikuti jejak mereka. kurelakan bajuku diguyur derasnya air hujan dan aku juga merelahan rambut hitamku disingahi isi hati sang hujan. Ketika aku sudah dikelas temanku berkata, “ayo sholat asar dulu di musholla,” mereka mengajakku bersujud dan mengobrol dengan sang pencipta. Aku sempat berpikir kalau aku sholat dulu dan dosennya sudah datang maka kemungkinan besar aku tidak boleh masuk. Selang beberapa detik hati kecilku menyadarkanku dan berkata kepadaku bahwa itu merupakan bisikan setan. Tanpa berpikir panjang lalu aku jawab, “let’s move”. 

Jam 4 PM, waktu mata kuliah selanjutnya dimulai. Mata kuliah yang meruntuhkan semangatku dalam belajar, Mata kuliah yang membuatku ingin cepat pulang dan menonton beberapa film di kost, dan mata kuliah yang membuatku cepat lapar. Sejujurnya aku suka mata kuliah ini, tapi aku kurang suka dengan suasana di kelas ketika proses belajar mengajar. Suasana kelas yang begitu jauh dari kegembiraan, begitu jauh dari rasa kekeluargaan, begitu dekat dengan otoriter, begitu dekat dengan slogan yang mengatakan” dosen tidak pernah salah dan mahasiswa harus menuruti semua kemauan dosen”, dan begitu dekat dengan perasaan gelisah. Entah apa yang menyebabkan hal itu terjadi, apakah cara dosen yang tidak enak dalam mengajar, apakah sifat si dosen yang tidak bisa menyenangkan mahasiswanya, apakah teman-teman yang ramai, apakah penyakit malasku yang kambuh lagi, atau apakah itu disebabkan karena perut laparku yang sangat ingin dikasih makan??? Entah mana yang lebih bijak disalahkan, yang pasti aku ingin perkuliahan itu mempunyai suasana yang menyenangkan dengan lapisan cinta dan kasih. 
Penulis : Rudiasa