RSS
Facebook
Twitter

September 29, 2015

Pernikahan Semasa Jahiliyah

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury hafizhahullah, dalam kitabnya yang berjudul “Sirah Nabawiyah Ar-Rahiqul Makhtum”, mengatakan bahwa ada beberapa jenis pernikahan selama jaman jahiliyah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakr RA, ia mengatakan bahwa ada 4 jenis pernikahan semasa jahiliyah, yakni:

1. Pernikahan secara spontan, yakni seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu juga.

2. Seorang laki-laki bisa berkata kepada istrinya yang baru suci dari haid, “temuilah si fulan dan berkumpullah (bersetubuh) dengannya!”. Suaminya tidak mengumpulinya dan sama sekali tidak menyentuhnya, hingga ada kejelasan bahwa istrinya hamil dari orang yang disuruh mengumpulinya. Jika sudah jelas kehamilannya, suami bisa mengambil kembali istrinya jika memang ia menghendaki itu. Hal ini dilakukan karena suaminya menghendaki kelahiran anak yang baik dan pintar. Pernikahan semacam ini disebut dengan pernikahan istibdha’.

3. Pernikahan poliandri, yakni pernikahan beberapa orang laki-laki yang jumlahnya tidak mencapai sepuluh orang, yang semuanya mengumpuli seorang wanita. Setelah wanita itu hamil dan melahirkan bayinya, ia mengundang semua laki-laki yang pernah berkumpul dengannya. Lalu ia berkata, “kalian sudah mengetahui apa yang sudah terjadi dan kini aku telah melahirkan. Bayi ini adalah anakmu wahai fulan!”. Ia menunjuk siapapun yang ia sukai diantara mereka seraya menyebutkan namanya, lalu laki-laki itu pun mengambil bayinya.

4. Sekian banyak laki-laki bisa mendatangi wanita yang dikehendakinya, yang juga disebut wanita palacur. Biasanya mereka memasang bendera khusus di depan pintu rumahnya, sebagai tanda bagi laki-laki yang ingin mengumpulinya. Jika ia hamil dan melahirkan anak, ia bisa mengundang semua laki-laki yang pernah mengumpulinya. Setelah semuanya berkumpul, diselenggarakan undian. Siapa yang namanya keluar dari undian tersebut, ia lah yang berhak mengambil anak itu dan tidak bisa menolaknya.